BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Karya sastra merupakan
hasil karya manusia yang dituangkan dalam bentuk bahasa. Dalam karya sastra
dijabarkan imajinasi dalam mengungkapkan kenyataan-kenyataan hidup yang dialami
oleh tokoh–tokohnya. Kehidupan dalam karya sastra mirip dengan kehidupan nyata,
karena karya sastra merupakan pengejawantahan kehidupan atas kehidupan
lingkungan sekitarnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharianto (1982:14)
bahwa karya sastra adalah pengungkapan hidup dan kehidupan yang dipadu dengan
daya imajinasi dan kreasi seorang pengarang dengan dukungan pengalaman dan
pengamatannya atas kehidupan tersebut. Pengalaman ini dapat berupa pengalaman
langsung, yaitu yang dialami secara langsung oleh pengarang, dapat juga berupa
pengalaman tak langsung, yaitu pengalaman orang lain yang secara tak langsung sampai
kepada pengarang; misalnya, karena si pengarang banyak membaca (Sudjiman,
1992:13).
Melalui karya sastra pengarang
bermaksud menyampaikan gagasan, pandangan hidup, tanggapan, tentang kehidupan
sekitar secara menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain, selain menghibur
pengarang bermaksud pula menyampaikan nilai-nilai yang memuat keyakinannya yang
bermanfaat bagi penikmat atau yang bisa diistilahkan.
Salah satu ciri khas
karya sastra ialah bersifat imajinatif, yaitu mampu menimbulkan citra atau
bayangan-bayangan tertentu di dalam benak penikmatnya. Ia mampu membangkitkan perasaan-perasaan
senang, sedih, marah, benci,
dendam, dan sebagainya (Suharianto, 1982:14).
Kehadiran karya sastra
di tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berpikir, dan berketuhanan.
Oleh karena itu dalam penyajian karya sastra hendaknya memiliki moral. Moral
dalam pengertian filsafat merupakan suatu konsep yang telah dirumuskan oleh
suatu masyarakat untuk menentukan kebaikan atau keburukan. Moral merupakan
suatu norma tentang kehidupan yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam
kegiatan atau kehidupan sebuah masyarakat.
Di Indonesia banyak
bermunculan para pengarang yang menciptakan banyak novel. Salah satunya
Iskasiah Sumarto. Iskasiah Sumarto adalah pengarang wanita kelahiran Cilacap.
Gelar sarjananya diperoleh dari Universitas Gajah Mada, Fakultas Sastra dan
Kebudayaan. Astiti Rahayu adalah
novel pertama, yang memperoleh hadiah dari sayembara mengarang roman yang
diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta tahun 1974. Novel ini menceritakan
tentang seorang gadis yang mengalami kegagalan cinta dalam perjalanan hidupnya.
Kaum perempuan
menghadapi perubahan nilai-nilai dalam keadaan
masyarakat yang terus berubah, wanita semakin membutuhkan persamaan
derajat dengan kaum pria. Namun disamping itu,
kehidupan perempuan dalam masyarakat tidak semuanya bersikap dan
berperilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang dapat dicontoh oleh anak dalam
keluarga, ataupun masyarakat lain. Poligami, pekerja seks komersial, penjaja
narkoba, sering terjadi akibat ketidakberdayaan kaum perempuan.
Faktor utama penyebab
ketidakberdayaan perempuan adalah pendidikan
yang masih rendah. Masih banyak kaum perempuan di daerah pedesaan yang kurang
memperhatikan pentingnya pendidikan. Masih banyak pula perempuan yang hanya
menempuh pendidikan sampai jenjang SD, dan jarang yang mencapai pendidikan
sampai tingkat perguruan tinggi. Untuk itu, perempuan harus sadar akan
pentingnya pendidikan.
Dengan pendidikan,
perempuan mampu menemukan jati diri dan mengembangkannya, sehingga perempuan
memperoleh hak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Perempuan yang
berpendidikan juga lebih paham terhadap nilai-nilai moral, sehingga akan
bersikap dan berperilaku yang baik dan dapat diteladani oleh anak dalam
keluarga maupun anggota masyarakat yang lain.
Karya sastra khususnya
novel umumnya diajarkan dalam proses pembelajaran pada jenjang pendidikan SMA.
Pembelajaran novel sebenarnya menjadi salah satu materi pembelajaran yang
sangat menarik khususnya dalam menganalisis aspek moral yang terdapat dalam
karya sastra tersebut. Untuk mencapai keberhasilan pembelajaran dalam
menganalisis aspek moral diperlukan alternatif pembelajaran yang dapat menarik
antusias peserta didik. Adapun alternatif pembelajaran yang dapat digunakan
yaitu model pembelajaran Zigsaw. Model pembelajaran ini tepat karena dapat
membuat peserta didik lebih aktif dan lebih leluasa untuk berinteraksi dengan
temannya karena dalam model pembelajaran ini digunakan metode diskusi. Seperti
yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran
novel di SMA dengan Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi, novel dan
hikayat, dengan Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat. Hal
ini dimaksudkan agar peserta didik mengetahui bagaimana nilai-nilai moral yang
terkandung dalam novel Astiti Rahayu
karya Iskasiah Sumarto dengan cara menggali dan menganalisis unsur-unsur
intrinsik novel tersebut. Sehingga siswa mendapatkan pengalaman yang bernilai
positif, menambah wawasan, mengetahui hal-hal yang patut untuk dijadikan
sebagai pembelajaran bagi kehidupan siswa.
Berdasarkan
permasalahan di atas maka peneliti memilih judul “Aspek Moral Tokoh Utama
Perempuan dalam Novel Astiti Rahayu
Karya Iskasiah Sumarto dan Alternatif Pembelajarannya di SMA Kelas XI” untuk
memotivasi peserta didik terutama peserta didik perempuan agar mereka lebih
memahami akan pentingnya pendidikan untuk membentuk moral yang baik serta
sejajar kedudukannya dengan kaum pria.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah aspek moral tokoh utama
perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto?
2.
Bagaimanakah alternatif pembelajaran
aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu Karya Iskasiah Sumarto di SMA kelas XI?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1.
Mendiskripsikan aspek moral tokoh utama
perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto.
2.
Mendiskripsikan aspek moral tokoh utama
perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto yang dapat digunakan sebagai altrnatif pembelajaran di SMA
kelas XI.
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:
1.
Manfaat
Teoretis
a.
Menambah
pengetahuan bagi siswa, pendidikan dan pembaca tentang pendiskripsian
aspek moral tokoh utama perempuan
dalam sebuah karya sastra.
b.
Hasil
penelitian sebagai pedoman untuk penelitian lain dalam mengadakan penelitian
terhadap novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto tentang aspek
moral
tokoh utama perempuan dan
alternatif pembelajaran di SMA kalas XI.
2.
Manfaat
Praktis
a. Bagi
Guru
Dengan
adanya penelitian ini, maka hasilnya dapat dijadikan sebagai acuan guru dalam pengajaran sastra kepada siswa
khususnya tentang alternatif pembelajaran aspek moral yang terdapat dalam karya
sastra.
b. Bagi
Siswa
Penelitian
ini dapat
memberikan tambahan pengetahuan serta memperkaya penambahan ilmu terhadap aspek moral di
dalam sebuah novel.
E.
Penegasan
Istilah
Untuk mendapatkan
pemahaman tentang aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto dan
alternatif pembelajarannya di SMA kelas XI supaya tidak menimbulkan kesalahan
dalam penafsiran maka perlu ditegaskan beberapa istilah sebagai berikut.
1.
Aspek
Aspek adalah pemunculan
atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagainya sebagai
pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu (Depdiknas, 2007:72).
2.
Moral
Moral berasal dari kata
“mores” yang berarti dalam kehidupan,
adat istiadat atau kebiasaan. Moral dalam pengertian filsafat merupakan suatu
konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah masyarakat bagi menentukan kebaikan
atau keburukan. Karena itu, moral merupakan suatu norma tentang kehidupan yang
telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau kehidupan sebuah
masyarakat (Semi, 1993:71).
3.
Tokoh Utama
Tokoh adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita
(Sudjiman, 1992:16). Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita
fiksi, sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan tokoh
utama adalah seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita
4.
Perempuan
Perempuan atau wanita
merupakan orang (manusia) yang dapat menstruasi,hamil, melahirkan anak, dan
menyusui (Depdiknas, 2007:856). Perempuan adalah suatu hal yang selalu
berkaitan dengan kecantikan, keelokan, kelembutan, dan rasa kasihnya yang tidak
dimiliki oleh laki-laki, laki-laki memberi rasa aman, rasa tanggung jawab yang
tidak banyak diisyaratkan pada wanita.
5.
Novel
Menurut Sudjiman
(1992:53) novel merupakan prosa rekaan yang menyuguhkan tokoh-tokoh dalam
menampilkan serangkaian peristiwa serta latar belakang secara tersusun.
Sedangkan menurut Suharianto (1982:48) novel dapat mengungkapkan seluruh
episode perjalanan hidup tokoh ceritanya.
6.
Pembelajaran
Pembelajaran merupakan
proses atau cara guna menjadikan seseorang mau untuk melaksanakan kegiatan
belajar (Depdiknas, 2005:30). Pembelajaran
merupakan salah satu dari faktor-faktor pendidikan. Pembelajaran dapat
diberi pengertian sempit yang terbatas pada pembelajaran di sekolah-sekolah,
dengan demikian termasuk dalam ilmu pendidikan praktis. Pembelajaran juga dapat
diberi pengertian yang luas, yang mencangkup semua upaya belajar.
F.
Sistematika
Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini
terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Pada
bagian awal menyajikan halaman judul, halaman persetujuan pembimbing, kata
pengantar, dan daftar isi.
Bagian isi terdiri atas
empat bab dengan rincian sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan. Pada bab ini berisi latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan
istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II Landasan Teori. Pada bab ini akan dibicarakan
mengenai novel, unsur-unsur intrinsik, aspek moral dalam karya sastra, dan
alternatif pembelajaran.
Bab III Metode
Penelitian. Pada bab ini akan dibicarakan mengenai pendekatan penelitian,
variabel penelitian, sumber data dan data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data, dan teknik penyajian hasil analisis data.
Bab IV Analisis Aspek Moral Tokoh Utama
Perempuan dalam Novel Astiti Rahayu
Karya Iskasiah Sumarto dan Alternatif Pembelajarannya di SMA kelas XI.
Bab V Penutup. Pada bab ini berisi
kesimpulan, dan saran-saran.
Bagian akhir berisi tentang daftar
pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Materi
Pembelajararan Bahasa Indonesia SMA Kelas XI Berdasarkan KTSP
Berdasarkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, pembelajaran sastra Indonesia di sekolah merupakan
bagian yang tidak dapat terpisahkan dengan pengajaran sastra. Pengajaran sastra
memiliki kedudukan yang penting dalam dunia pendidikan, karena sastra itu
sendiri mempunyai relevansi atau hubungan dengan masalah-masalah dunia nyata.
Pembelajaran sastra di
Sekolah Menengah Atas (SMA) diarahkan untuk mengembangkan minat baca siswa dan
daya apresiasi siswa sehingga siswa mampu memahami dan menghayati sebuah karya
sastra serta dapat membantu siswa untuk mengenal dirinya, budayanya dan budaya
orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan.
Standar kompetensi
dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan cara untuk meningkatkan
kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan,
keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia
Seperti yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pembelajaran
novel di SMA kelas XI dengan Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi,
novel dan hikayat, dengan Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur
intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat.
Dalam pembelajaran
bahasa dan sastra Indonesia di sekolah, aspek moral tokoh utama perempuan dalam
novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia karena dapat membantu para pesera didik untuk mengetahui bagaimana
aspek moral tokoh utama perempuan dan juga sebagai pembentukkan karakter siswa.
Selain itu, aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto dapat dijadikan sebagai
refrensi dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.
B.
Pengertian
Novel
Novel dalam arti luas
adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas. Ukuran yang luas di sini
berarti cerita dengan alur (plot) yang kompleks, karakter yang banyak, tema
yang komplek, suasana cerita beragam, dan setting cerita yang beragam pula.
Sudjiman (1992:55)
menyatakan bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang yang menyuguhkan
tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
Menurut Semi (1993:32),
novel adalah karya sastra yang mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada
suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Sebagai karya fiksi
novel juga mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan
disajikan dengan halus.
Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa novel adalah salah satu bentuk
karya sastra prosa yang melukiskan
kehidupan dalam bentuk cerita yang menampilkan tokoh-tokoh serta
terdapat latar yang menunjukan terjadinya serangkaian peristiwa.
Novel mempunyai unsur
pembangun. Unsur pembangun novel terdiri dari unsur intrinsik dan unsur
ekstrinsik. Unsur yang membangun novel dari dalam disebut unsur intrinsik. Yang
termasuk unsur intrinsik antara lain tema, alur, setting, amanat, tokoh, dan
penokohan. Dibanding dengan unsur yang lain, unsur tokoh dan penokohan
merupakan unsur yang paling penting dalam sebuah novel. Pesan yang disampaikan
pengarang kepada pembaca dapat diketahui dari unsur penokohan tersebut. Banyak
terdapat novel yang lebih menonjolkan penokohan, sehingga pengarang dapat
mengekspresikan gagasan dan pesan-pesannya kepada pembaca melalui tokoh-tokoh
novel tersebut. Tokoh dan penokohan merupakan alat atau jembatan antara
pengarang dengan pembaca. Lewat tokoh dan penokohan tersebut, gagasan dan pesan
yang disampaikan pengarang dapat sampai kepada pembaca karyanya.
Seperti yang tercantum
di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran novel di SMA dengan
Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi, novel dan hikayat, dengan
Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar, amanat) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat. Hal
ini dimaksudkan agar peserta didik mengetahui bagaimana nilai-nilai moral yang
terkandung dalam novel Astiti Rahayu
karya Iskasiah Sumarto serta untuk memotivasi peserta didik, terutama peserta
didik perempuan agar mereka lebih memahami akan pentingnya pendidikan untuk
membentuk moral yang baik serta sejajar kedudukannya dengan kaum pria.
C.
Unsur-unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah
unsur pembangun dari dalam karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut
antara lain:
1.
Tema
Tanpa disadari ketika
membaca sebuah cerita kita bertanya-tanya; apa yang menjadi inti cerita?.
Secara tidak langsung
kita berbicara perihal tema.
Tema merupakan gagasan,
ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra itu, baik yang
terungkap maupun yang tidak (Sudjiman, 1992:50). Di sini terdapat istilah baik
terungkap maupun tidak. Terungkap/eksplisit manakala tema tadi disebutkan secara
tersurat dalam wacana yang bersangkutan. Dinamakan tak terungkap/implisit
manakala pembaca mesti mereka-reka terlebih dahulu tema yang dimaksud.
Tema sering juga
disebut dasar cerita; yakni pokok permasalahan yang mmendominasi suatu karya
sastra. Ia terasa dan mewarnai karya sastra tersebut dari halaman pertama
hingga halaman terakhir (Suharianto, 1982:28).
Berdasarkan beberapa
pengertian di atas disimpulkan bahwa tema adalah ide, gagasan, atau pikiran
keseluruhan dari sebuah cerita baik yang terungkap maupun yang tidak terungkap.
Untuk menentukan tema sebuah cerita, Saad (melalui Harjito, 2007:3) mempunyai
tiga cara, antara lain:
a. Persoalan
yang paling menonjol.
b. Persoalan
yang paling banyak menimbulkan konflik.
c. Persoalan
yang paling banyak membutuhkan waktu penceritaan.
2.
Latar
dan Pelataran
Latar adalah segala keterangan,
petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya
peristiwa dalam suatu karya sastra. Hudson (melalui Sudjiman, 1992:44-48)
membedakannya menjadi latar sosial dan latar material/fisik.
Latar sosial ialah mencakup
penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelonpok sosial dan sikapnya, adat
kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain-lain yang melatari peristiwa. Latar
material/fisik adalah tempat di dalam ujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah,
dan sebagainya. Perlu dibedakan antara waktu cerita dan waktu penceritaan.
Waktu cerita berhubungannya dengan latar, kapan terjadinya suatu peristiwa
dalam cerita. Waktu penceritaan berkaitan dengan waktu/halaman yang dibutuhkan pengarang
dalam menceritakan sesuatu.
Pelataran adalah cara
menampilkan latar. Menurut Sudjiman (melalui Harjito, 2007:11) jika pelukisan
latar sesuai dengan kondisi psikologis tokoh, dinamakan latar serasi. Jika
pelukisan latar tidak sesuai dengan kondisi psikologis tokoh dinamakan latar
kontras.
3.
Alur
Istilah lain untuk alur
adalah plot, yakni cara pengarang
menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab
akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, utuh (Suharianto, 1982:28).
Alur tersebut di atas oleh
Prihatmi (melalui Harjito, 2007:8) disederhanakan menjadi awalan, rumitan,
klimaks, leraian, dan selesaian. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka
disimpulkan alur adalah suatu jalannya cerita dari awal hingga akhir yang
mencakup awalan, rumitan, klimaks, leraian, dan selesaian.
Menurut urutan waktu
Prihatmi (melalui Harjito, 2007:9) membedakan alur menjadi:
a. Alur
lurus.
b. Alur
tak lurus, mencakup sorot balik dan gerak balik.
Alur lurus merupakan
alur yang kronologis, maksudnya yaitu waktunya urut, sedangkan alur tak lurus
merupakan alur yang urutan waktunya tak kronologis.
4.
Sudut
Pandang/Point of View
Harry Shaw berpendapat
bahwa sudut pandang atau point of view mencakup
(melalui Sudjiman, 1992:76):
a. Sudut
pandang fisik, yaitu posisi di dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang di
dalam pendekatan materi cerita;
b. Sudut
pandang mental, yaitu perasaan dan sikap pengarang terhadap masalah di dalam
cerita;
c. Sudut
pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang di dalam membawakan
cerita: sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga.
Masih oleh Shaw
(melalui Sudjiman, 1992:76), dalam sudut pandang pribadi dijelaskan lebih
lanjut:
a. Pengarang
dapat menggunakan sudut pandang tokoh (author
participant).
b. Pengarang
dapat menggunakan sudut pandang tokoh bawahan (author observant).
c. Pengarang
dapat menggunakan sudut pandang yang impersonal (author omnicient), pengarang sebagai pencerita serba tahu.
5.
Tokoh
dan Penokohan
Tokoh adalah individu
rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa cerita.
Grimes (1975) tidak menggunakan istilah tokoh (character) melainkan partisipan, sedangkan Shahnon Ahmad dalam
bukunya Gubahan Novel (1979)
memggunakan istilah watak (Sudjiman, 1992:16).
Berdasarkan fungsinya
tokoh dalam cerita dapat dibedakan menjadi tokoh sentral dan tokoh bawahan.
Tokoh yang memegang peran pimpinan disebut tokoh utama atau protagonis.
Sedangkan tokoh yang merupakan penentang utama dari protagonis disebut
antagonis atau tokoh lawan. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral di
dalam cerita (Sudjiman, 1992:17).
Selaras dengan
Sudjiman, Aminudin (1995:16) juga memaparkan bahwa tokoh adalah pelaku yang
mengemban peristiwa dalam cerita fiksi, sehingga peristiwa itu mampu menjalin
suatu cerita.
Ada dua macam cara yang
sering digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh ceritanya; yaitu dengan cara
langsung dan cara tak langsung (Suharianto, 1982:31). Disebut dengan cara
langsung apabila pengarang langsung menguraikan atau menggambarkan keadaan
tokoh; misalnya dikatakan bahwa tokoh ceritanya cantik, tampan atau jelek.
Apabila pengarang secara tersamar dalam memberitahukan wujud atau keadaan tokoh
ceritanya, maka pelukisan tokohnya secara tidak langsung.
Tokoh yang terdapat
dalam suatu cerita mempunyai peranan yang berbeda-beda. Tokoh yang mempunyai
peranan pimpinan dalam sebuah cerita disebut dengan tokoh utama (Aminuddin,
2010:79). Sedangkan menurut Grimes (melalui Sudjiman, 1992:19) tokoh bawahan
adalah tokoh yang mempunyai peranan kurang begitu penting kedudukannya dalam
cerita, tetapi kehadirannya diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh
utama.
Dalam menentukan siapa
tokoh utama dan siapa tokoh tambahan, dapat diketahui dengan cara melihat
keseringan permunculannya dalam suatu cerita. Tokoh utama merupakan tokoh yang
sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya, sedangkan tokoh
tambahanhanya dibicarakan ala kadarnya atau seperlunya saja. Tiap tokoh dalam
cerita juga memiliki watak-watak tertentu. Protagonis adalah tokoh yang
memiliki watak baik, sehingga disenangi oleh pembaca, sedangkan antagonis
adalah tokoh yang berwatak jahat atau kurang baik, tidak disenangi oleh
pembaca, dan biasanya watak antagonis tidak sesuai dengan apa yang diidamkan
pembaca.
Penokohan secara umum ada
dua cara yaitu analitik dan dramatik (Harjito, 2007:6), antara lain:
a.
Penokohan Analitik, jika pengarang
menyebut watak dan perangai sang tokoh secara langsung apa adanya atau secara
tersurat. Misalnya: tokoh x demikian sombong. Sifat sombong yang diutarakan
secara tersurat oleh pengarang dinamakan cara analitik.
b.
Penokohan Dramatik, jika pembaca mesti
menyimpulkan sendiri bagaimana sifat sang tokoh. Pembaca mesti menyimpulkan
sendiri karena pengarang yang menyebutkan secara tersirat mengenai perangai
sang tokoh. Apabila pengarang menguraikan bagaimana tokoh x berjalan dengan
orang lain dengan pandangan mata nan sinis. Cara yang demikian dinamakan
dramatik.
Menurut Sudjiman (1992:23),
penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Penyajian
watak tokoh atau metode penokohan dapat dilihat dari: a. Sifat-sifat tokoh,
baik lahir maupun batin. b. Hasrat, pikiran dan perasaan tokoh. c. Komentar
dari pernyataan setuju tidaknya akan sifat-sifat tokoh.
Penokohan adalah cara
pengarang menampilkan tokoh atau pelaku
(Aminudin, 2010:79). Dalam upaya memahami watak pelaku dapat ditelusuri
pembaca melalui (a) tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya, (b)
gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun
cara berpakaian, (c) menunjukan bagaimana perilakunya, (d) melihat bagaimana
tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (e) memahami bagaimana jalan
pikirannya, (f) melihat bagamana tokoh lain berbicara tentangnya, (g) melihat
tokoh-tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (h) melihat
bagaimana tokoh itu dalam mereaksi okoh yang lain.
Berdasarkan unsur-unsur
intrinsik tersebut, salah satu unsur yang sangat penting untuk dikaji secara
mendetail guna keberhasilan penelitian ini adalah unsur tokoh dan penokohan.
D.
Aspek
Moral dalam Karya Sastra
Berbicara mengenai
moral tentu tidak lepas dari etika. Namun pandangan moral dan etika tentulah
berbeda secara etimologis, kata “etika” berasal dari kata bahasa Yunani “etos” yang berarti “sifat” atau ”adat”.
Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran
moral tidak berada di tingkat yang sama. Yang mengatakan bagaimana kita harus
hidup, bukan etika melainkan ajaran moral (Suseno, 1987:14).
Aspek adalah pemunculan
atau penginterpretasian gagasan, masalah, situasi, dan sebagainya sebagai
pertimbangan yang dilihat dari sudut pandang tertentu (Depdiknas, 2007:72).
Moral berasal dari kata
“mores” yang berarti dalam kehidupan,
adat istiadat atau kebiasaan. Moral dalam pengertian filsafat merupakan suatu
konsep yang telah dirumuskan oleh sebuah masyarakat bagi menentukan kebaikan
atau keburukan. Karena itu, moral merupakan suatu norma tentang kehidupan yang
telah diberikan kedudukan istimewa dalam kegiatan atau kehidupan sebuah
masyarakat (Semi, 1993:71). Lebih lanjut dijelaskan bahwa moral merupakan
kaidah, norma, atau pranata yang mengatur perilaku setiap individu dalam
hubungannya dengan kelompok sosial dan masyarakat umumnya. Kata moral selalu
mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia.
Berdasarkan pengertian
di atas maka dapat disimpulkan bahwa aspek moral adalah segi pandangan terhadap
sesuatu hal atau peristiwa yang berhubungan dengan kaidah, norma, atau pranata
yang mengatur perilaku setiap individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial
dan masyarakat umumnya, atau aspek moral bisa juga sebagai segi pandangan
terhadap ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khotbah-khotbah, patokan- patokan,
kumpulan peraturan dan ketetapan entah lisan maupun tertulis tentang bagaimana
manusia harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang baik.
Kata moral selalu
mengacu pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang
kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma
moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai
pelaku peran tertentu dan terbatas (Suseno, 1987:19). Menurut Suseno, kekuatan
moral adalah kekuatan kepribadian seseorang yang mantap dalam kesanggupannya
untuk bertindak sesuai dengan apa yang diyakininya sebagai benar. Terdapat
tujuh sikap kepribadian moral yang kuat, yang harus dimiliki oleh setiap orang.
Ketujuh sikap kepribadian moral tersebut antara lain:
1.
Kejujuran, yaitu bersikap terbuka dan fair (wajar).
2.
Nilai-nilai otentik, yaitu menjadi diri
sendiri dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya.
3.
Kesediaan untuk bertanggung jawab, yaitu
kesediaan untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sendiri.
4.
Kemandirian moral, yaitu mempunyai
pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan hati nurani sendiri, tidak pernah
ikut-ikutan saja dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungannya sendiri.
5.
Keberanian moral, yaitu menunjukkan diri
dalam tekad untuk tetap mempertahankan
sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila tidak disetujui
atau secara aktif dilawan oleh lingkungan, atau kesetiaan terhadap suara hati
yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik.
6.
Kerendahan hati, yaitu kekuatan batin
untuk melihat diri sesuai dengan kenyataan.
7.
Realistik dan kritis, yaitu tanggung
jawab moral menuntut agar kita terus-menerus memperbaiki apa yang ada, supaya
lebih adil, lebih sesuai dengan martabat manusia.
Dengan memperhatikan
ketujuh sikap kepribadian moral tersebut, maka aspek moral tokoh utama
perempuan dalam novel Astiti Rahayu
dapat dianalisis dan dapat diketahui bagaimana moral tokoh utama perempuan
dalam novel tersebut.
E.
Alternatif
Pembelajaran
Alternatif adalah
pilihan di antara dua atau beberapa kemungkinan (Depdiknas, 2007:47).
Alternatif juga merupakan salah satu yang dipilih diantara berbagai pilihan
lainnya. Sedangkan Pembelajaran merupakan proses atau cara guna menjadikan
seseorang mau untuk melaksanakan kegiatan belajar (Depdiknas, 2005:30). Dapat
disimpulkan bahwa alternatif pembelajaran adalah pilihan diantara berbagai
pilihan lainnya untuk menentukan cara atau proses guna melaksanakan kegiatan
belajar.
Karya sastra khususnya
novel pada umumnya diajarkan dalam proses pembelajaran pada jenjang pendidikan
SMA. Agar pembelajaran dapat berjalan
dengan efektif, maka perlu diperhatikan juga komponen-komponen pembelajaran
yang lain misalnya standar kompetensi,
kompetensi dasar, materi, media, dan metode. Berdasarkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP), standar kompetensi adalah menentukan kompetensi
yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan. Sedangkan kompetensi
dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Penentuan ini
dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain
yang sesuai. Seperti yang tercantum di dalam Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) pembelajaran novel di SMA dengan Standar Kompetensi (SK):
memahami buku biografi, novel dan hikayat, dengan Kompetensi Dasar (KD): membandingkan
unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohhan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat.
Selain teknik
pengajaran novel, untuk meningkatkan sistem pembelajaran dan mencapai suatu
tujuan pembelajaran juga harus memperhatikan komponen pembelajaran,
diantaranya.
1.
Materi
Ajar
Berdasarkan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP), materi ajar adalah bahan yang diujikan,
dipikirkan, dibicarakan dalam proses pembelajaran. Materi yang berkenaan dengan
aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu agar peserta didik dapat dengan mudah memahami
bagaimana aspek moral yang terdapat dalam novel tersebut adalah dengan cara
terlebih dahulu memahami unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut.
Secara garis besar
dapat dikemukakan bahwa materi ajar (instructional
materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai
peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Materi
ajar menempati posisi yang sangat penting dari keseluruhan kurikulum, yang
harus dipersiapkan agar pelaksanaan pembelajaran dapat mencapai sasaran. Sasaran
tersebut harus sesuai dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus
dicapai oleh peserta didik. Artinya, materi yang ditentukan untuk kegiatan
pembelajaran hendaknya materi yang benar-benar menunjang tercapainya standar
kompetensi dan kompetensi dasar, serta tercapainya indikator (Ngatmini, 2010:121-122).
2.
Pendekatan
Pendekatan adalah
seperangkat asumsi tentang hakikat bahasa, hakikat belajar bahasa dan hakikat
mengajarkan bahasa. Pendekatan merupakan cara pandang, filsafat atau segala
sesuatu yang diyakini kebenarannya, sehingga ingin diwujudkan (Ngatmini,
2010:73).
Dalam pembelajaran,
terdapat beberapa jenis pendekatan (Ngatmini, 2010:74-80), antara lain:
a. Pendekatan
Kooperatif (Cooperative Learning)
Pendekatan Kooperatif (cooperative learning) merupakan model
pembelajaran yang berpusat pada siswa mendasarkan diri pada perspektif filosofi
John Dewey (melaui Ngatmini, 2010:75). John Dewey dalam mendukung diusulkan
oleh para psikolog perkembangan dan kognitif kontemporer. Cooperative learning mendorong interkasi antara siswa dan guru atau
siswa dengan siswa, mendorong pengalian dan ekplorasi ide oleh siswa.
b. Pendekatan
Problem Based Learning
Pendekatan problem based learning merupakan kegiatan pembelajaran yang guru
berperan meyodorkan berbagai masalah, memberi pertanyaan dan menfasilitasi
infestigasi dan dialog (Ngatmini, 2010:77).
c. Pendekatan
Classrom Discussion (Diskusi Kelas)
Pendekatan classrom discussion (Diskusi Kelas) merupakan prosedur yang
digunakan untuk mendorong pertukaran verbal diantara siswa-siswanya. Diskusi
sebagai situasi yang guru dan siswa atau siswa dan siswa lainnya saling
bercakap-cakap dan berbagi ide dan pendapat (Ngatmini, 2010:80).
d. Pendekatan
CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pendekatan CTL merupakan sebuah sistem
belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa yang mampu menyerap palajaran
apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima dan
mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan
informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki
sebelumnya (Ngatmini, 2010:10).
3.
Strategi
Menurut Ely (melalui
Ngatmini, 2010:73) strategi pembelajaran adalah cara yang dipilih untuk
menyampaikan materi ajar dalam lingkungan pembelajaran tertentu. Jadi strategi
pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran yang dipilih guru yang memberi
kemudahan siswa untuk
dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Strategi
pembelajaran aktif (Ngatmini, 2010:87-93) diantaranya sebagai berikut:
a. Strategi
Pembelajaran Aktif dengan Jigsaw
Sebagai strategi yang menarik jika
meteri yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan meteri
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini dapat
melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang
lain.
b. Strategi
Berpasangan
Adalah strategi yang digunakan untuk
mengulang materi yang telah diberikan sebelumnya. Namun demikian, materi baru pun
tetap dapat diajarkan dengan strategi ini dengan catatan, siswa diberi tugas
mempelajari topik yang diajarakan terlebih dahulu, sehingga masuk kelas mereka
sudah memiliki bekal pengetahuan (Ngatmini, 2010:88).
c. Strategi
Pembelajaran Sinergis
Adalah strategi yang mengabungkan dua
cara belajar yang berbeda. Strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa
utnuk saling berbagai hasil belajar dari metari yang sama dengan cara yang
berbeda dengan membandingkan catatan (Ngatmini, 2010:89).
d. Strategi
Teks Acak
Merupakan strategi pembelajaran dengan
menghadirkan teks yang di acak untuk memahami materi yang ada pada teks
tersebut. Teks acak dapat digunakan untuk pembalajaran bahasa, seperti membaca
pemahaman atau berbicara. Dalam hal ini lebih mementingkan aktifitas siswa atau
mahasiswa (Ngatmini, 2010:89).
e. Student Team-Achievment Division
(STAD)/Tim Siswa Kelompok Prestasi (Slavin, 1995).
Langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1)
Membentuk kelompok yang anggotanya = 4
orang atau lebih secara hiterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin,
suku dll.).
2)
Guru menyajikan pelajaran.
3)
Guru memberikan tugas kepada keompok untuk
dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada
anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4)
Guru memberi kuis/pertanyaan kepada
seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5)
Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan.
4.
Media
Media berasal dari kata
medium (bahasa latin) berarti
perantara. Media merupakan segala sesuatu yang membawa pesan atau informasi
dari suatu sumber untuk disampaikan kepada penerima (Ngatmini, 2010:104). Media
dalam arti luas adalah setiap orang, bahan, alat, peristiwa yang dapat
menciptakan kondisi yang memunginkan siswa untuk menerima pengetahuan,
keterampilan, sikap. Dengan kata lain media sebagai perantara fisik untuk
menyampaikan isi pembelajaran, seperti buku, video, suara guru dll. Media atau
alat adalah sesuatu yang digunakan guru untuk mengkomunikasikan pesan kepada
siswa.
Berdasarkan Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP), media pembelajaran adalah alat dan bahan
yang digunakan dalam proses pengajaran atau pembelajaran. Media yang digunakan
dalam pembelajaran ini yaitu novel Astiti
Rahayu dan buku yang terkait seperti buku cetak bahasa indonesia tingkat
SMA kelas XI.
5.
Metode
Metode berasal dari
kata metha dan hodos. Metha artinya
melalui atau melewati, hodos berarti
cara atau jalan. Menurut (Ngatmini, 2010:94), metode diartikan sebagai jalan
atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan tertentu. Metode ini
berfungsi sebagai salah satu alat untuk menyajikan bahan pelajaran dalam rangka
pencapaian tujuan pengajaran. Jadi metode adalah prosedur pembelajaran atau
rencana yang menyeluruh untuk menyajikan bahan ajar secara teratur atas dasar
prinsip tertentu sesuai dengan pendekatan yang melandasinya (Ngatmini,
2010:73). Adapun jenis-jenis metode sebagai berikut:
a. Metode
Ceramah (Lecture atau Lecturing)
Metode ceramah adalah sebuah bentuk
interaksi melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh seseorang terhadap
sekelompok pendengar (Ngatmini, 2010:95). Setiap guru yang mengajar pasti
memiliki tujuan yang akan dicapai, maka metode ceramah masih penting untuk
dilakukan.
b. Metode
Demonstrasi
Metode demontrasi digunakan jika seorang
pengajar memperlihatkan sesuatu proses pada seluruh kelompok anak (Ngatmini,
2010:96).
c. Metode
Eksperimen
Metode eksperimen jika guru mencoba
mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dan hasil percobaan. Dengan
eksperimen anak dapataktif melakukan sendiri atau mengamati orang lain yang
bereksperimen (Ngatmini, 2010:97).
d. Metode
Pemberian Tugas
Pemberian tugas dilaksanakan dengan
tujuan dan petunjuk yang jelas. Tujuan pemberian tugas untuk memberi latihan,
meningkatkan pemahaman, dan rasa tanggung jawab untuk mandiri (Ngatmini,
2010:97).
e. Metode
Karya Wisata
Metode karya wisata digunakan dengan
tujuan untuk memperluas cakrawala, wawasan siswa tentang alam. Karya wisata
dipadu oleh seorang atau beberapa orang guru untuk mengunjungi tempat tertentu
dengan maksud belajar (Ngatmini, 2010:98).
f. Metode
Kerja Kelompok
Metode ini dipilih untuk memupuk
kegotongroyongan antar siswa. Setiap kelompok diberi tugas dan tanggung jawab
tersendiri. Dengan kelompok dapat dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan,
sehingga dasar pengelompokkannya dapat beragam (Ngatmini, 2010:98).
g. Metode
Tanya Jawab
Kegiatan utama metode tanya jawab adalah
bertanya dan menjawab pertanyaan dari siswa atau dari guru.
h. Metode
Diskusi
Metode diskusi merupakan suatu kegiatan
dimana sejumlah orang membicarakan secara bersama-sama melalui tukar pendapat
tentang suatu topik atau masalah, atau untuk mencari jawaban dari suatu masalah
berdasarkan semua fakta yang memungkinkan.
6.
Evaluasi
Evaluasi adalah suatu
proses berkelanjutan tentang pengumpulan dan penafsiran informasi untuk menilai
keputusan yang dibuat dalam merancang suatu sistem pengajaran. Evaluasi
merupakan proses yang terus menerus dan diarahkan pada tujuan tertentu
(Ngatmini, 2010:127).
Dalam pembelajaran
perlu diadakannya penilaian baik untuk siswa dan guru itu sendiri. Penilaian
bagi siswa berfungsi untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran,
dalam hal ini adalah tujuan instruksional khusus. Dengan fungsi ini dapat
diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang seharusnya dikuasai oleh para
siswa. Dengan kata lain dapat mengetahui hasil belajar yang dicapai para siswa.
Penilaian bagi guru berfungsi untuk mengetahui keefektifan proses belajar
mengajar yang telah dilakukan guru. Dengan fungsi ini guru dapat mengetahui
berhasil atau tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa
tidak semata-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan kurang
berhasilnya guru mengajar.
Pembelajaran novel
sebenarnya menjadi salah satu materi pembelajaran yang sangat menarik khususnya
dalam menganalisis aspek moral dalam karya sastra tersebut. Untuk mencapai
keberhasilan pembelajaran dalam menganalisis aspek moral diperlukan alternatif
pembelajaran yang dapat menarik pesera didik. Adapun alternatif pembelajaran
yang dapat digunakan yaitu model pembelajaran Zigsaw. Model pembelajaran ini
tepat karena dapat membuat peserta didik lebih aktif dan lebih leluasa untuk
berinteraksi dengan temannya karena dalam model pembelajaran ini digunakan
metode diskusi. Dengan memperhatikan komponen-komponen pembelajaran di atas
diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan hasil belajar
dapat diperoleh secara maksimal.
BAB III
|
|
Metode berasal dari
kata metha dan hodos. Metha artinya
melalui atau melewati, hodos berarti
cara atau jalan. Jadi metode adalah suatu jalan atau cara yang harus dilalui
untuk mencapai tujuan tertentu (Ngatmini, 2010:94).
Suatu penelitian
identik dengan penyelidikan, yang merupakan penyaluran hasrat ingin tahu
manusia dalam taraf keilmuan. Metode dalam suatu penelitian sebagaimana
lazimnya merupakan cara yang dipergunakan oleh peneliti dalam upaya untuk
memperoleh jawaban dari apa yang sedang diselidikinya.
Dengan demikian dari
uraian di atas dapat diketahui bahwa metode penelitian adalah suatu ilmu
tentang metode-metode ilmiah sebagai cara kerja yang digunakan dalam kegiatan
penelitian untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu
peristiwa atau pengetahuan.
A.
Pendekatan
Penelitian
Pendekatan adalah
asumsi-asumsi dasar yang dijadikan pegangan dalam memandang suatu objek (Semi,
1993:63). Penelitian ini menggunakan pendekatan mimetik, pendekatan mimetik
menjelaskan bahwa karya sastra merupakan wakil atau penggambaran dari realitas.
Oleh sebab itu untuk mampu memahami realitas yang digambarkan dalam teks
sastra, pembaca terlebih dahulu harus memiliki bekal pemahaman tentang realitas itu sendiri, baik berupa pengetahuan
maupun pengalaman (Aminuddin, 2010:57).
Karya sastra merupakan refleksi
kehidupan nyata. Refleksi ini terwujud berkat tiruan dan gabungan imajinasi
pengarang terhadap realitas kehidupan. Hal tersebut didasarkan pandangan bahwa
apa yang diungkapkan pengarang dalam karyanya pastilah merupakan refleksi atau
potret kehidupan yang dilihatnya. Potret tersebut bisa berupa pandangan, ilmu
pengetahuan, religius yang terkait langsung dengan realitas. Pengarang melalui
karyanya hanyalah mengolah dari apa yang dirasakan dan dilihatnya. Itulah
sebabnya ide yang dituangkan dalam karyanya tidak bisa disebut sebagai ide yang
original. Semuanya adalah tiruan (mimesis) dari unsur-unsur kehidupan nyata yang
ada (Fananie, 2000:111).
B.
Variabel
Penelitian
Variabel adalah hal-hal
yang menjadi objek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian
(Arikunto, 2006:118). Variabel yang terdapat dalam penelitian ini ada 2 yaitu:
1.
Aspek moral tokoh utama perempuan dalam
novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto.
2.
Alternatif pembelajaran aspek moral
dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto di SMA kelas XI.
C.
Sumber
Data dan Data
Sumber data adalah subjek dari
mana data dapat diperoleh (Arikunto, 2006:129).
Data adalah semua keterangan seseorang yang
dijadikan responden maupun yang berasal dari dokumen-dokumen guna keperluan
penelitian yang dimaksud (Subagyo,
2006:87).
1.
Data dalam penelitian ini adalah:
a. Moral
tokoh utama perempuan yang terdapat dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
b. Konsep
pembelajaran aspek moral pada SMA
kelas XI.
2.
Sumber data dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber
data dalam penelitian ini adalah novel yang berjudul Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
b. Buku-buku
tentang konsep pembelajaran sastra di SMA kelas XI.
D.
Teknik
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada
dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk ke dalam
pengertian penelitian yang sebenarnya (Subagyo, 2006:37). Untuk mengumpulkan data diperlukan suatu teknik penelitian
yang akurat karena hasilnya sangat menentukan mutu dan penelitian. Teknik yang
digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah:
1.
Metode Studi Pustaka
Menurut Aminudin (1995:16) studi pustaka adalah studi yang
mengambil objek buku atau pustaka yang mencakup kegiatan
inventarisasi, pencataatan, komulasi (pengumpulan pendapat), dan interprestasi
(menafsirkan). Dalam penelitian ini, teknik studi pustaka digunakan untuk
memperoleh teori-teori dan data-data yang relevan dengan penelitian yakni
berupa aspek moral novel Astiti Rahayu
karya Iskasiah Sumarto dan alternatif pembelajarannya di SMA kelas XI.
Untuk menganalisis
aspek moral novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto
dipakai
metode kepustakaan. Metode kepustakaan sama dengan studi pustaka, studi ini mengambil objek buku atau
pustaka. Oleh karena itu cara kerja ini berupa naskah atau teks. Peneliti
menggunakan referensi sebagai acuan sehingga buku-buku yang berkenaan dengan
ilmu sastra dalam disiplin ilmu lain yang relevan sehingga dapat menunjang
pemecahan suatu masalah.
2.
Teknik Simak
Disebut teknik simak
karena cara yang digunakan untuk memperoleh data dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa
tersebut. Istilah menyimak di sini tidak hanya berkaitan dengan penggunaan bahasa
secara lisan, tetapi juga penggunaan bahasa secara tertulis (Mahsun, 2005:92).
Teknik pengumpulan data
dalam alternatif pembelajaran yaitu dengan simak catat dengan cara menyimak dan
mencatat konsep-konsep pembelajaran aspek moral di SMA kelas XI.
E.
Teknik
Analisis Data
Dalam tahap ini
peneliti mengidentifikasi data kemudian mengklasifikasinya. Menurut Aminuddin
(2010:44), metode analisis adalah suatu metode yang berusaha memahami gagasan,
cara pengarang menampilkan gagasan, atau mengimajinasikan ide-idenya, sikap
pengarang dalam menampilkan gagasan-gagasannya, elemen intrinsik dan mekanisme
hubungan dari setiap elemen intrinsik itu
sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka
membantu totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.
Metode deskriptif analisis
digunakan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan
analisis. Secara etimonologis deskripsi dan analisis berarti menguraikan
(Ratna, 2004:53). Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode deskriptif analisis yang bertujuam agar dapat menggambarkan tentang
pendeskripsian aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
Di dalam analisis aspek moral tokoh utama perempuan dalam
novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto, peneliti menyediakan sumber data yang berupa novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto yang
sudah dianalisis melalui unsur-unsur pembangun novel berupa tokoh, penokohan,
dan latar/setting. Setelah data
terkumpul lalu dianalisis untuk mengetahui
bagaimana aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
Data yang berhasil dikumpulkan kemudian dianalisis. Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam tahap analisis yaitu sebagai berikut:
1.
Membaca novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto untuk memahami
isinya secara keseluruhan.
2.
Mencari dan menentukan kutipan dalam novel
yang memiliki ciri-ciri bagaimana moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
3.
Menganalisis moral tokoh utama perempuan dalam novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
Analisis alternatif
pembelajaran aspek moral tokoh utama
perempuan dalam novel Astiti Rahayu
karya Iskasiah Sumarto diharapkan
mampu membantu siswa dalam menemukan ciri-ciri bagaimana moral tokoh utama perempuan pada novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto. Pembelajaran ini menggunakan metode
kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif memberikan perhatian lebih
banyak ditujukkan pada pembentukan teori substantif dari konsep-konsep yang
timbul dari data empiris.
Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif
deskriptif untuk mendeskripsikan hal-hal yang dianalisis sehingga dapat
memaparkan secara benar tanpa ada rekayasa melalui sumber data dan data yang
digunakan dalam penelitian serta untuk mengetahui konsep pembelajaran aspek
moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto sebagai pembelajaran novel di SMA Kelas
XI.
F.
Teknik
Penyajian Hasil Analisis Data
Data yang telah
dianalisis kemudian dipaparkan disertai dengan penafsiran aspek moral dan
mendeskripsikannya. Hasil analisis dijadikan pertimbangan dalam mengambil
simpulan.
BAB
IV
ANALISIS
ASPEK MORAL TOKOH UTAMA PEREMPUAN DALAM NOVEL ASTITI RAHAYU KARYA ISKASIAH SUMARTO DAN ALTERNATIF PEMBELAJARANNYA
DI SMA KELAS XI
A.
Unsur
Intrinsik Novel
1.
Tokoh
Novel Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto memiliki banyak tokoh, diantaranya sebagai berikut:
a. Astiti
Rahayu
Dalam novel ini, Astiti adalah tokoh
utama perempuan. Oleh pengarang Astiti digambarkan sebagai aku, seperti pada
kutipan berikut.
Data
(1) Aku sibuk mengerjakan sesuatu. Sibuk menyiapkan diri. Aku mau pergi. Entah
ke mana. Mau mencari-cari kesempatan untuk meninggalkan Indonesia. Entah ke
mana. Aku mau hidup. Tidak di sini. Tanah ini terlalu gersang buat Astiti.
Tanah ini adalah belantara sunyi. Indonesia yang kucinta. Pemudanya terlalu
sulit untuk dicapai. Tangan Astiti tidak pernah sampai. Astiti tidak manis
untuk pemuda negeri sendiri. Biarlah aku pergi. Entah apa nanti yang terjadi pada
diri dan hati ini (Sumarto, 1974:133).
Dari data (1) di atas, tampak semua
masalah yang dihadapi Astiti ada di kutipan di atas tersebut. Dalam perjalanan
cintanya yang selalu gagal, Astiti selalu terkait melalui tokoh-tokoh lain.
Seperti kutipan di bawah ini, Astiti tampak terlibat dalam pembicaraan Mahdi
dan Hartadi.
Data
(2) “Mahdi, kalau nanti pulang ke Makasar akan berpamit padaku nggak?” tanyaku
mengajak Mahdi.
“Enaknya
bagaimana?”
“Berpamit
dong! Masak punya teman pergi begitu saja.”
Aku
berpaling kepadanya. Lupa, atau seakan melupakan bahwa kami berempat, bukan
berdua saja.
“Oh,
kau mau pulang, Mahdi?” Hartadi bertanya.
“He,
ehm. Kau tahu, skripsiku mengenai Pangeran Hasanudin lebih mudah mencari
datanya di sana.”
“Eh,
enak ya, di rumah sendiri. Tapi jangan lama-lama, Hudayah kuambil nanti.”
Daun
telingaku tegak tiba-tiba. Tapi mulut diam saja. Hudayah! Siapakah Hudayah itu?
Tentu nama gadis Mahdi. Hatiku seperti didera-dera kepedihan. Astiti yang
sentimentil! Hatinya tidak pernah tidak labil. Tergoyang-goyang,
tergoncang-goncang, gelisah (Sumarto, 1974:37).
Pada data (2) di atas, dalam pembicaraan
itu Hartadi tanpa sengaja mengucapkan nama Hudayah, kekasih Mahdi. Aku (Astiti)
yang saat itu sedang jatuh cinta pada Mahdi tampak kecewa dan hancur hatinya,
menduga bahwa Mahdi sudah mempunyai kekasih.
Selain dengan Mahdi dan Hartadi, Aku
(Astiti) juga terkait dengan tokoh-tokoh lain, diantaranya Herman. Dengan
Herman, Astiti juga terlibat asmara seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (3) Tapi
pertemuan kami selanjutnya memberi warna lain. Kami berbicara lebih banyak. Aku
kemukakan kepadanya, bahwa ciuman bukanlah hadiah yang diharapkan. Aku
mengharapkan cinta. Karena di dalam cinta ada ciuman. Tapi di dalam ciuman belum
tentu ada cinta (Sumarto, 1974:87).
Pada data (3) di atas, terlihat Astiti
telah mendapat hadiah ciuman dari Harman, namun Astiti tidak mengharapkan itu.
Yang diharapkannya adalah cinta dari Harman, yang selama ini masih diragukan
oleh Astiti. Keraguan Astiti terhadap cinta Harman akhirnya terjawab setelah
Astiti tanpa sengaja berjumpa dengan Harman, yang pada saat itu sedang bersama
Martini, kekasih Harman yang selalu diakui Harman sebagai adik sepupunya bila
dihadapan Astiti. Hal ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.
Data (4) Kami
berselisih jalan kemudian. Hampir sampai di studio sekali lagi langkahku
terpapas oleh Harman dan Martini yang keluar dari sebuah kafetaria. Mereka
melangkah menuju mobil putih yang di parkir di tepi jalan. Dodge Dart putih
punya Herman. Aku terkejut. Jantungku seperti berhenti berdenyut. Harman lebih
terkejut lagi. Wajahnya berubah sesaat setelah dia melihatku. Tapi cepat dia
dapat menguasai diri.
“Astiti,
dari mana?” kudengar suaranya yang ramah menyapa. “Kapan datang?”
“Empat
hari yang lalu.” Aku tersenyum kepadanya. Aku tersenyum kepada Martini. Hatiku
pecah-pecah. Raut muka Harman yang seakan pengakuan rasa salah, makin membuatku
yakin, bahwa dia bukan orang yang setia (Sumarto, 1974:106).
Dari data (4) di atas, selain dengan
Harman, Astiti juga terlibat pertemuan dengan seorang yang bernama Martini,
kekasih Harman yang selalu disembunyikan dan diakuinya sebagai saudara
sepupunya bila dihadapan Astiti. Astiti tampak hancur hatinya dan bertambah
yakin bahwa Harman bukan seorang laki-laki yang setia.
Astiti juga tidak lepas dengan
tokoh-tokoh lain yang mendukung cerita. Dengan David Lansell, Astiti juga
terlibat percintaan dengan seorang David Lansell yang berkewarganegaraan
Australia, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (5) “Berapa
umurmu Astiti?”
“Dua
puluh lima”
“Tidak
pernah berpacaran?”
“Nobody loves me.”
“Would you believe it!”
“Benar
Dave! Mengapa kau mesti tak percaya?”
“Bagaimana
kalau seseorang mencintaimu?”
“Siapa?”
“David
Lansell” (Sumarto, 1974:79).
Pada data (5) di atas, tampak David
Lansell mengutarakan cintanya kepada Astiti. Astitipun menerima cinta David
Lansell, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data
(6) ....“Ibuku tidak suka bermantukan orang yang bermata biru”
“Tapi
anak gadisnya bahkan jatuh cinta kepada orang yang bermata biru”.
“Siapa?”
“Astiti
Rahayu”
“Jatuh
cinta kepada siapa, dia?”
“Itu.”
“Kenapa
itu?” (Sumarto, 1974:113).
Selain dengan David Lansell, Astiti juga
terkait dengan tokoh bapak dan ibunya, seperti pada kutipan berikut.
Data
(7)“As!” Kata bapak lembut, akhirnya. “Bapak kawatir, kalau-kalau apa yang
sejak semula bapak duga akan terjadi. Kenapa tidak pulang sendiri saja?”
Air
mataku mendesak keluar dengan kuatnya. Tapi dengan kuatnya pula aku bertahan
supaya tidak menangis.
“As,
kenapa diam saja? Katakanlah sesuatu. Apa saja yang ingin kau katakan. Bapak
ingin mendengarnya.”
“Apa
yang harus kukatakan, bapak? Aku dan David hanya berteman.”
“Ibu
mengerti, As!” Sela ibu. “Tapi persahabatan antara seorang wanita dan seorang
pria itu mudah sekali berubah warna, As!” (Sumarto, 1974:104).
Dari kutipan tersebut, tampak bapak dan
ibu Astiti tidak menyetujui hubungan antara Astiti dan David Lansell, sehingga
Astiti akhirnya memilih untuk berpisah dengan David.
Setelah terlibat cinta dengan beberapa
pria yang selalu gagal, Astiti juga menjalin cinta dengan Darmawan. Seperti
pada kutipan berikut.
Data
(8) .... Mawan datang lagi pada hari yang keempat belas sesudah bertemu di
dalam kafetaria Bulaksumur itu. Hari keempat belas aku merindukannya. Tanpa
banyak cerita ia menyatakan cinta. Dia telah mendapat pekerjaan di Proyek Kali
Samba di Klaten.
Mawan.
Astiti ragu-ragu akan mencintai orang yang masih mencintai bekas kekasihnya.
Meskipun betapa butuhnya dia akan cinta (Sumarto, 1974:133).
Dari data (8) tersebut, Astiti terlihat
masih ragu-ragu akan cinta Mawan terhadapnya, sebab Mawan masih mencintai
kekasihnya yang dulu yang masih saudara Astiti juga.
Dari semua kutipan di atas, telah jelas
bahwa tokoh Astiti sering muncul pada setiap masalah. Dari tokoh-tokoh yang
lainpun Astiti selalu terlibat. Oleh sebab itu Astiti merupakan tokoh utama
perempuan yang protagonis.
b. Mahdi
Mahdi adalah seorang mahasiswa jurusan
sejarah, teman kuliah Astiti, seperti pada kutipan berikut.
Data (9) “Terima
kasih Astiti! Tapi kenapa dia memilih
buku ini untukku?”
Aku
mengangkat bahu sambil bergerak hendak pergi.
“Mungkin
dia pikir, seorang mahasiswa jurusan sejarah tentu senang membaca dan
mengetahui banyak tentang diri presiden yang dicintainya itu” (Sumarto, 1974:6).
“Memang
bukan,” kata Mahdi. Anak Ujung Pandang itu. “Hidup adalah indah. Percaya,
Astiti?” (Sumarto, 1974:9).
Pada data (9) tersebut, tampak Astiti
memberikan sebuah buku kepada seseorang yang bernama Mahdi, ia adalah seorang
mahasiswa jurusan sejarah asli Ujung Pandang.
c. Harman
Harman adalah seorang manager ‘Indonesia
Tour’, ia masih muda dan kariernya maju walaupun tak tamat kuliahnya.
Data (10) “Asti,
aku dengar, kau punya boy friend sekarang.”
“Siapa?”
Tanyaku.
“Harman,
manager ‘Indonesia Tour’. Benar bukan?”
“Insya Allah, Dave!” (Sumarto, 1974:88)
Harman orangnya ramah. Tapi dalam
keramahannya terasa selalu ada garis yang menjadi batas antara dirinya dengan
orang sekelilingnya. Kariernya pesat maju (Sumarto, 1974:49).
Berdasarkan data (10) yang terdapat dua
kutipan di atas, tampak bahwa Harman adalah seorang manager ‘Indonesia Tour’.
Yang maju pesat kariernya.
d. David
Lansell
David Lansell adalah seorang pemuda
Australia yang bekerja sebagai tenaga kontrak oleh pemerintah Indonesia.
Seperti pada kutipan berikut.
Data
(11) Malam bulan Februari yang basah itu seakan-akan menentukan segalanya. Jadi
akhir dari segalanya. Segala hal tentang aku dan David, laki-laki berasal dari
Australia itu. Laki-laki berasal dari benua kecil di sebelah selatan bumi
Indonesia (Sumarto, 1974:127)
“Dia
bercerita, bahwa setelah liburan Natalnya dua bulan dia segera kembali.
Kontraknya dengan pemerintah Indonesia sudah selesai.”
Aku
terdiam. Itu berita baru bagiku. David belum mengatakannya padaku (Sumarto,
1974:126).
Pada data (11) tersebut, dijelaskan
bahwa David Lansell adalah seorang warga negara Australia yang bekerja sebagai
tenaga kontrak oleh pemerintah Indonesia dan setelah selesai masa kontraknya ia
akan kembali ke negara asalnya Australia setelah dua bulan dari liburan
Natalnya yaitu bulan februari.
e. Darmawan
Darmawan adalah calon insinyur, yang
telah mengalami kegagalan cintanya dengan Ucik, kemudian jatuh cinta dengan
Astiti. Seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (12) “Duh,
duh, jadi insinyur ya, sebentar lagi!”
“Insinyur compang-camping.”
“Mana? Aku kok tidak melihat Mawan
compang-camping.”
“Hati saya,
dik Astiti! Hati saya di dalam. Ucik menghancurkan segala rencana hidup saya”
(Sumarto, 1974:131).
Dan
Mawan datang lagi pada hari keempat belas sesudah bertemu di kafetaria
Bulaksumur itu. Hari keempat belas aku merindukannya. Tanpa banyak cerita ia
menyatakan cinta. Dia telah mendapat pekerjaan di Proyek Kali Samba di Klaten
(Sumarto, 1974:133).
Berdasarkan data (12) terdapat ada dua
kutipan di atas, dijelaskan bahwa Darmawan adalah calon insinyur yang telah
mengalami patah hati oleh mantan kekasihnya yaitu Ucik, kemudian Mawan jatuh
cinta pada seorang Astiti.
f. Nuryati
Nuryati adalah seorang mahasiswa
arsitektur asal Surabaya teman sekamar Astiti, dapat dilihat pada kutipan
berikut ini.
Data (13) Nuryati
masuk dengan bersenandung, tas tersandang pada bahu. Gadis mahasiswa arsitektur
itu berasal dari kota Pahlawan (Sumarto, 1974:41).
Nunuk
merengut. Aku tertawa. Aku hanya mengganggunya saja. Dia anak yang baik.
Beruntung aku punya teman sekamar seperti dia, penuh pengertian, ngemong dan
sayang. Tipe seorang gadis keibuan (Sumarto, 1974:48).
Dari data (13) tersebut, dijelaskan
bahwa Nuryati atau sering dipanggil oleh Astiti dengan sebutan Nunuk adalah seorang
mahasiswa jurusan arsitektur yang berasal dari Surabaya, ia sekamar dengan
Astiti, Nuryati orang yang baik, penuh pengertian, dan sayang pada Astiti.
g. Bapak
dan Ibu
Bapak dan ibu disini adalah orang tua
Astiti, seperti pada kutipan berikut.
Data (14) “As!”
Kata bapak lembut, akhirnya. “Bapak kawatir, kalau-kalau apa yang sejak semula
bapak duga akan terjadi. Kenapa tidak pulang sendiri saja?”
Air
mataku mendesak keluar dengan kuatnya. Tapi dengan kuatnya pula aku bertahan
supaya tidak menangis.
“As,
kenapa diam saja? Katakanlah sesuatu. Apa saja yang ingin kau katakan. Bapak
ingin mendengarnya.”
“Apa
yang harus kukatakan, bapak? Aku dan David hanya berteman.”
“Ibu
mengerti, As!” Sela ibu. “Tapi persahabatan antara seorang wanita dan seorang
pria itu mudah sekali berubah warna, As!”
Aku
mengerti. Ibu berkata benar. Ku angkat tangkai pesawat telepon (Sumarto,
1974:104).
Berdasarkan data (14) di atas, tampak
terjadi percakapan antara bapak dan ibu dengan Astiti. Bapak dan ibu
mengkhawatirkan Astiti, jadi jelas bahwa bapak dan ibu dalam novel ini adalah
orang tua Astiti, karena bapak dan ibu mengkhawatirkan seorang anaknya yaitu
Astiti, hal yang dilakukan layaknya orang tua pada umumnya.
2.
Penokohan
Penokohan pada novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto menggunakan
cara langsung atau analitik, dan cara tidak langsung atau dramatik. Dapat
dilihat pada kutipan berikut ini.
Data
(15) Aku tertawa melihatnya. Mahdi memang hitam kulitnya. Agak terlalu hitam
barangkali. Tapi banyak gadis di fakultas mengatakan, Mahdi tampan. Entah
karena dia memelihara cambang yang menghitam pada pipinya itulah dia jadi
nampak tampan, aku tak tahu benar. Atau barangkali dia tampan, karena tubuhnya
seperti tubuh atlet. Aku perhatikan caranya berjalan (Sumarto, 1974:9).
Pada data (15) di atas, pengarang secara
jelas menuliskan |Mahdi memang hitam
kulitnya, Entah karena dia memelihara cambang yang menghitam pada pipinya|.
Berdasarkan data tersebut pengarang secara jelas menggambarkan keadaan fisik
seorang Mahdi. Pengarang tampak menggunakan cara analitik. Pengarang secara
langsung menggambarkan seorang Mahdi. Mahdi yang berkulit hitam, bercambang,
dan tubuhnya seperti atlet, hingga banyak gadis yang mengatakan bahwa mahdi itu
tampan.
Data
(16) “Orangnya cakep, lho mbak Asti, David Lansell!” Nomo di sudut ikut
berbicara.
“he-eh,
rambutnya gondrong.”
“Jangan-jangan
gadis Padikan terpikat olehnya nanti.”
Mbak
Atik Hastuti bersuara (Sumarto, 1974:12).
Berdasarkan data (16) di atas, terjadi
percakapan antara Astiti dengan beberapa karyawan ‘Indonesia Tour’. |Orangnya cakep, lho mbak Asti| kata
Nomo, mbak Atik Hastuti pun menambahi perkataan Nomo tersebut |he-eh, rambutnya gondrong|. Mereka
sedang berbincang tentang tamunya yaitu David Lansell. Berdasarkan
percakapan-percakapan tersebut pengarang secara tidak langsung menceritakan
bagaimana seorang David Lansell. Cara penokohan yang digunakan pengarang untuk
kutipan diatas adalah cara dramatik. Pengarang menceritakan sosok David Lansell
melalui percakapan tokohnya yaitu Astiti dengan Nomo dan Mbak Atik Hastuti,
mereka berdua adalah karyawan biro jasa ‘Indonesia Tour’, dimana menurut Nomo,
seorang David Lansell adalah orang yang cakep dan menurut Mbak Atik Hastuti
David Lansell berambut gondrong.
Berdasarkan dua kutipan di atas, dalam
novel ini pengarang menggunakan dua cara penokohan yaitu analitik dan dramatik,
atau secara langsung dan tidak langsung.
3.
Latar
Latar yang terdapat dalam novel Astiti
Rahayu adalah daerah sekitar Yogyakarta yang sangat kental dengan budaya jawanya.
Seperti pada kutipan berikut.
Data
(17) Dia ngledek, tapi aku menjawab, “Terima kasih”.
“Engkau
lain dari gadis Indonesia yang lain, gadis Jawa khususnya.”
“Apanya
yang lain? Aku tidak merasa lain dari yang lain.”
“Kalau
seorang gadis Jawa, atau barangkali gadis timur pada umumnya, mendapat pujian,
mereka akan kemalu-maluan, dan menolak dengan ucapan ‘tidak’. Suatu manifestasi
dari rasa rendah hati bangsa timur.”
Aku tersenyum.
“Tapi
engkau bahkan berkata: ‘Terima kasih’! Lain sekali.”
Aku tertawa
(Sumarto, 1974:31).
Pada data (17), tampak bahwa Astiti
adalah seorang gadis Jawa, namun menurut David Lansell, Astiti tidak seperti
gadis Jawa pada umumnya, yang apabila mendapat pujian akan kemalu-maluan dan
menolak dengan ucapan ‘tidak’, berbeda dengan Astiti yang menerima pujian
tersebut dengan mengucapkan ‘terima kasih’.
Data
(18) Kubuka jendela kamar. Rintik hujan
sudah reda semalam. Mendung bergelantung senyap. Matahari tidak tampak. Aku
lari menuruni tangga menuju kamar makan. Makan pagi, kemudian berangkat kuliah
di Bulaksumur (Sumarto, 1974:62).
Esok paginya aku
dan David duduk-duduk lagi dalam sebuah kafetaria di Malioboro. David memesan
bir. Aku memesan teh tanpa gula, teh pahit (Sumarto, 1974:62).
YOGYAKARTA -
PADIKAN berjarak 177 Km. Jarak yang bisa ditempuh selama empat setengah jam
perjalanan mobil. (Sumarto, 1974:78).
.... pada hari
minggu di Padikan, di kota kelahiranku, aku selalu bangun pagi-pagi juga.
Dengan adik-adikku aku bersepeda ke pantai, melihat matahari terbit dari
permukaan air laut (Sumarto, 1974:78).
Berdasarkan data (18) terdapat nama-nama
tempat seperti Bulaksumur, Malioboro, dan Padikan. Bulaksumur adalah nama
sebuah daerah yang ada di kota Yogyakarta. Malioboro adalah nama sebuah jalan
di kota Yogyakarta. Sedangkan Padikan adalah nama sebuah daerah di Jawa Tengah
yang berjarak 177 Km dari kota Yogyakarta yang merupakan daerah asal Astiti.
Jadi jelas bahwa latar budaya yang melatari novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto adalah latar budaya Jawa.
Latar tempatnya adalah daerah sekitar Yogyakarta.
B.
Aspek
Moral Tokoh Utama Perempuan
Tokoh utama protagonis dalam novel Astiti Rahayu adalah Astiti Rahayu.
Untuk mengetahui nilai-nilai baik dan buruk atau aspek moral dari tokoh utama
perempuan dalam novel ini, akan diambil sebagai tolak ukur adalah tujuh sikap
kepribadian moral.
1.
Kejujuran
Kejujuran yaitu bersikap terbuka dan bersikap
fair (Suseno, 1987:142), juga dapat
diartikan mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai dengan
kenyataan dan kebenaran. Jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran
dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai dengan yang sebenarnya,
orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur. Jujur merupakan
lawan dari dusta atau bohong, seorang muslim dituntut untuk selalu berada dalam
keadaan benar lahir batin; benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan.
Antara hati dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apa lagi antara
perkataan dan perbuatan atau sikap (Ilyas, 1999:81).
Kejujuran Astitti tampak pada saat ia
bercakap-cakap dengan David Lansell ketika keduanya sedang singgah ke warung
makan di jalan Adisucipto.
Data (19) “Wonderfulll, komentarnya mengenai
masakan ayam di jalan Adisucipto itu. “Engkau sendiri suka, Astiti?”
Aku
mengangguk.
“Apa
kerjamu sepulang dari tour ini.?”
“Nothing. Tidur.”
“Tiap
hari bekerja begini?”
“Aku
masih berkuliah.”
“Oh,
ya? Di mana?”
“Fakultas
Sastra.”
“Bagus
sekali. Jurusan apa?”
“Sastra
Inggris”
“Oh,
itulah sebabnya kau berbahasa Inggris lebih baik dari pada aku” (Sumarto,
1974:30).
Pada data (19), terjadi percakapan
antara David Lansell dengan Astiti. Ketika David Lansell menanyakan masalah
kuliah Astiti, ia menjawab sesuai dengan kenyataan, yaitu kuliah di Fakultas
Sastra jurusan Sastra Inggris. Hal tersebut dapat dilihat pada data (19) baris
kesembilan yaitu Astiti menjawab |Fakultas
Sastra|, dan baris kesebelas Astiti menjawab |Sastra Inggris|. Astiti selalu memberikan jawaban sesuai dengan kenyataan
pada dirinya. Ketika David Lansell menanyakan kerjaan Astiti sepulang dari tour, Astiti juga menjawab sesuai dengan
apa yang biasa ia lakukan sepulang kuliah maupun sepulang dari kerjaannya
sebagai pramuwisata yaitu tidur. Tampak pada data data (19) baris kelima Astiti
menjawab |Nothing. Tidur|.
Menurut pengertian kejujuran pada
halaman 39, kejujuran dapat diartikan mengakui, berkata atau memberikan suatu
informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Astiti Rahayu adalah
seorang mahasiswa Fakultas Sastra jurusan Sastra Inggris di salah satu
universitas yang berada di kota Yogyakarta dan bekerja sampingan sebagai pramuwisata.
Pada data (19) Astiti yang memberikan jawaban sesuai dengan kenyataan bahwa ia
berkuliah di Fakultas Sastra dan mengambil
jurusan Sastra Inggris sesuai dengan aspek moral kejujuran, karena Astiti
memberikan informasi sesuai dengan kenyataan.
Perjalanan cinta Astiti Rahayu tidak
selalu berjalan lancar, seperti halnya pada kutipan berikut.
Data (20) Aku
pergi ke fakultas setelah beberapa hari absen. Bertemu dengan Mahdi sebagai
biasanya bila aku ke fakultas. Adalah luar biasa bila aku ke fakultas dan tidak
mencari kesempatan bertemu dengannya. Kecuali tentu saja, kalau anak Ujung
Pandang itu tidak datang ke fakultas, aku tak kan menemukannya. Dan waktu itu
berhari-hari dia tidak nampak. Aneh, terasa benar kekosongan hati. Kepada siapa
aku akan bertanya? Sakitkah dia?. Hartadi! Tiba-tiba aku ingat pada Hartadi,
temannya sejurusan (Sumarto, 1974:33).
Pada data (20) di atas, dijelaskan bahwa
Astiti pergi ke fakultas dan berusaha untuk selalu mencari kesempatan agar
bertemu dengan seseorang yang dicintainya yaitu Mahdi, tampak pada kalimat
ketiga |adalah luar biasa bila aku ke
fakultas dan tidak mencari kesempatan bertemu dengannya|. Namun pada waktu
itu Mahdi tidak terlihat di fakultas, Astiti merasa hatinya benar-benar kosong
jika tidak bertemu dengan seseorang yang dicintainya itu. Kekosongan hati
Astiti ketika tidak bertemu dengan Mahdi terlihat pada kalimat keenam |Aneh, terasa benar kekosongan hati|. Hingga
akhirnya ia berusaha untuk menanyakan kabar Mahdi kepada Hartadi, teman yang
sejurusan dengan Mahdi.
Kejujuran dapat diartikan antara hati
dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apa lagi antara perkataan dan
perbuatan atau sikap. Mahdi adalah seseorang yang dicintai oleh Astiti, pada
data (20) sikap yang tampak dari Astiti ketika ia tidak bertemu dengan Mahdi
yaitu Astiti merasa hatinya benar-benar kosong, hal tersebut terlihat pada
kalimat keenam |Aneh, terasa benar
kekosongan hati|. Astiti seperti merasa gelisah jika tidak bertemu dengan
seseorang yang dicintainya, hingga akhirnya ia menanyakan kabar kekasihnya yang bernama Mahdi kepada teman yang
sejurusan dengan kekasihnya itu, yaitu Hartadi. Berdasarkan hal tersebut Astiti
yang merasa hatinya kosong jika tidak bertemu Mahdi yang akhirnya ia berusaha
menanyakan kabar Mahdi kepada teman yang sejurusan dengan Mahdi sesuai dengan
aspek kejujuran, karena sikapnya yang tampak gelisah sama dengan apa yang
dirasakan dalam hati Astiti.
Percintaan Astiti dengan Darmawan, atau
Mawan kalau Astiti menyebut namanya juga Astiti berkata jujur.
Data
(21) “Aku masih saja selalu ingat kepada Ucik,” katanya seperti melamun,
seperti kepada dirinya sendiri.
Mawan,
Astiti ragu-ragu mencintai orang yang masih mencintai bekas kekasihnya.
Meskipun betapa butuhnya akan cinta. Astiti masih tetap di Yogyakarta. Meskipun
tempat itu baginya hanya kehampaan saja (Sumarto, 1974:133).
Pada data (21) Astiti tampak ragu-ragu
memberikan cinta kepada orang yang masih mencintai bekas kekasihnya, tampak
pada kalimat kedua |Mawan. Astiti
ragu-ragu mencintai orang yang masih mencintai bekas kekasihnya|. Tetapi di
sisi lain Astiti juga sangat membutuhkan seseorang yang benar-benar
mencintainya, yang tidak ia dapatkan dari Mahdi, Harman, dan David Lansell.
Astiti menganggap Yogyakarta adalah kota yang hampa, karena ia tidak pernah
mendapatkan seseorang yang benar-benar mencintainya. Darmawan adalah laki-laki
yang pernah disakiti oleh mantan kekasihnya yaitu Ucik, karena mantan
kekasihnya tersebut menikah dengan laki-laki lain. Setelah Darmawan ditinggal Ucik,
kini ia mencintai Astiti.
Kejujuran dapat diartikan antara hati
dan perkataan harus sama, tidak boleh berbeda, apa lagi antara perkataan dan
perbuatan atau sikap. Berdasarkan penjelasan di atas, sebenarnya Astiti lebih
mengharapkan cinta dari pada harus mengingat masa lalu, tetapi ia justru
mengatakan |ragu-ragu| kepada
Darmawan, karena Darmawan masih selalu bercerita tentang mantan kekasihnya. Keadaan
hati Astiti yang belum bisa mencintai Darmawan sesuai dengan perkataan Astiti
yang mengatakan |ragu-ragu mencintai
orang yang masih mencintai bekas kekasihnya|. Dari pernyataan tersebut,
disimpulkan bahwa Astiti sesuai dengan aspek moral kejujuran.
2.
Nilai-nlai
Otentik
Nilai-nilai otentik yaitu menjadi diri
sendiri dan menunjukkan diri sesuai dengan keasliannya (Suseno, 1987:143). Dalam
hal ini dapat dikatakan menjadi diri sendiri tetapi masih bersikap wajar, tidak
terbawa oleh keadaan atau situasi yang kurang baik.
Sebagai seorang gadis yang sedang
mencari cinta umumnya berpenampilan lebih feminim, tidak seperti Astiti yang
biasa mengenakan pakaian seadanya layaknya seorang laki-laki, seperti pada
kutipan berikut.
Data (22) Tapi
fikiranku selalu bebas, hatiku yang jarang mau tahu akan kesusahan dan
kesulitanku membuat ibu pun tak mau memikirkan benar-benar soal itu. Atau
barangkali bapak yang sedih, karena anak gadisnya yang sulung terlalu senang
mengenakan celana seperti laki-laki, berambut pendek, dan lari ke sana ke mari
tanpa menyadari bahwa dirinya seorang gadis (Sumarto, 1974:75).
Data (22) di atas menggambarkan Astiti
yang suka memakai celana seperti layaknya seorang laki-laki, berambut pendek,
dan lari ke sana ke mari. Sedangkan ia adalah seorang perempuan. Hal tersebut
dapat dilihat pada data (22) kalimat kedua |karena
anak gadisnya yang sulung terlalu senang mengenakan celana seperti laki-laki,
berambut pendek, dan lari ke sana ke mari tanpa menyadari bahwa dirinya seorang
gadis|. Karena pada dasarnya Astiti adalah gadis desa yang biasa
berpenampilan seadanya, tidak seperti gadis kota pada umumnya yang
berpenampilan lebih modis. Nilai otentik dapat dikatakan menjadi diri sendiri
tetapi masih bersikap wajar, tidak terbawa oleh keadaan atau situasi yang
kurang baik.
Berdasarkan gambaran di atas, Astiti
terlihat seperti seorang laki-laki berambut pendek dan suka berlarian ke sana
ke mari tanpa menyadari bahwa dirinya adalah seorang perempuan. Astiti ingin
merasakan bebas menjadi dirinya sendiri, tidak seperti seorang perempuan pada
umumnya yang sedang mencari cinta dengan berpenampilan lebih modis agar tampak
lebih feminim. Astiti dikatakan sesuai dengan aspek moral nilai otentik karena ia
ingin bebas menjadi dirinya sendiri yaitu sebagai gadis desa yang berpenampilan
apa adanya.
Pada bagian lain, juga dijumpai sikap
Astiti yang menjadi dirinya sendiri. Ketika Astiti akan pergi melanjutkan
pendidikannya di Yogyakarta, ibunya berpesan agar Astiti prihatin. Namun Astiti
mengabaikan pesan dari ibunya itu, seperti pada kutipan berikut ini.
Data (23) Enam
tahun yang lalu, waktu aku akan pergi melanjutkan sekolah ke Yogyakarta dan
meninggalkan rumah ibu, meninggalkan kota yang kusayangi, ibu berpesan agar aku
berprihatin dulu. Aku tahu maksud ibu. Harus berani berprihatin, artinya harus
berani hidup sederhana, berani menderita, berani makan seadanya, berani berpakaian
tidak bagus dan sebagainya. Tapi ternyata aku tidak berani, aku merasa kesepian
di sini, jauh dari ibu, jauh dari rumah, jauh dari orang-orang yang kucintai
dan mencintaiku. Aku ingin hidup penuh warna dan menggairahkan dan bukan hanya
bergaul dengan buku-buku melulu tiap hari (Sumarto, 1974:14).
Tampak pada data (23) di atas, ibu
Astiti berpesan agar Astiti berani hidup sederhana. Setelah di Yogyakarta,
Astiti tidak berani hidup sederhana, tidak berani menderita, tidak berani makan
seadanya. Astiti ingin hidupnya penuh warna, sesuai dengan gemerlapnya
kehidupan di kota Yogya. Astiti lupa dari kehidupannya di desa yang selalu
sederhana. Hal tersebut dapat dilihat pada kalimat terakhir |aku ingin hidup penuh warna dan
menggairahkan dan bukan hanya bergaul dengan buku-buku melulu tiap hari|.
Dari sikap Astiti tersebut, jelas Astiti ingin menjadi dirinya sendiri, yaitu
seorang gadis desa yang ingin menikmati kehidupan kota, karena merasa jenuh
jika harus bergaul dengan buku terus-menerus. Maka dari itu Astiti bekerja
sampingan sebagai pramuwisata untuk menghilangkan kejenuhannya, karena ia dapat
berkeliling ke tempat-tempat wisata yang berada di sekitar kota Yogyakarta.
Nilai otentik dapat dikatakan menjadi
diri sendiri tetapi masih bersikap wajar, tidak terbawa oleh keadaan atau
situasi yang kurang baik. Berdasarkan kutipan di atas, walaupun Astiti tidak
mampu mengendalikan diri sebagai seorang gadis desa yang terbiasa hidup dalam
keprihatinan dan kesederhanaan, tetapi ia masih bersifat wajar, karena cara
untuk menghilangkan kejenuhannya masih bersifat positif dan menghasilkan uang.
Ia dapat berkeliling ke berbagai tempat wisata yang ada di kota Yogyakarta
karena ia bekerja sampingan menjadi seorang pramuwisata.
Berdasarkan pernyataan di atas, disimpulkan
bahwa sikap Astiti tersebut sesuai dengan sikap kepribadian moral nilai-nilai
otentik, karena Astiti ingin menjadi dirinya sendiri yang wajar, layaknya
orang-orang pada umumnya yang tidak ingin terus-menerus mengalami kejenuhan,
sehingga ia ingin menikmati suasana kota Yogyakarta dengan cara bekerja
sampingan menjadi pramuwisata.
3.
Kesediaan
untuk Bertanggung Jawab
Kesediaan untuk bertanggung jawab yaitu kesediaan
untuk menyelesaikan tugas dan tanggungjawabnya sendiri (Suseno, 1987:145). Orang
yang bertanggung jawab adalah orang yang memperhitungkan apa-apa akibat
perbuatan yang telah diperbuatnya itu. Oleh karena itu orang yang bertanggung
jawab sentiasa berhati-hati dalam menentukan segala keputusan yang akan
diambil.
Demi memenuhi keinginannya untuk mewujudkan
hidup yang penuh warna, Astiti rela membagi waktunya untuk bekerja, ia tidak
mau hanya bergaul dengan buku-buku saja. Seperti pada kutipan berikut.
Data (24) Mendaftarkan
diri sebagai tenaga sambilan untuk menjadi pengantar atau pramuwisata wisatawan
asing yang berkunjung di daerah Yogyakarta. Maksudku bekerja, apabila kebetulan
punya waktu saja. Tapi ternyata ketika tak punya waktupun, aku mengada-adakan
waktu untuk bekerja. Mencuri waktu kuliah untuk bekerja. Aku sering salah
pilih, merasa lebih enak keluyuran ke Borobudur, Sala, ke dataran tinggi Dieng
yang pemandangan alamnya mempesona, dari pada pergi kuliah atau ke
perpustakaan. Hasilnya kemudian harus kurasakan. Aku gagal yodisium. Tingkat
tiga kujalani selama dua tahun. Pada tingkat empatpun aku harus mengulangi
kesalahan yang sama (Sumarto, 1974:14).
Pada data (24), tampak Astiti
mendaftarkan kerja sambilan sebagai pramuwisata. Ia mengada-adakan waktu untuk
bekerja dan mencuri waktu kuliahnya untuk bekerja. Menurut Astiti lebih
menyenangkan bepergian ke Borobudur, Sala, dan dataran tinggi Dieng dari pada
pergi kuliah, hingga akhirnya ia gagal yodisium. Kegagalan yodisium Astiti
terlihat pada data (24) kalimat ketujuh |aku
gagal yodisium|. Walaupun demikian, sebagai seorang mahasiswa, Astiti tetap
mempertanggungjawabkan akibat dari tindakannya tersebut, yaitu rela menjalani
tingkat tiga kuliahnya selama dua tahun.
Kesediaan untuk bertanggung jawab yaitu
terikat untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya sendiri. Astiti adalah
seorang mahasiswa, tetapi ia lebih mengutamakan pekerjaannya dari pada
kuliahnya. Ia menggunakan waktu kuliahnya untuk bekerja, tampak pada kalimat
keempat |mencuri waktu kuliah untuk
bekerja|. Tindakan Astiti tersebut mengakibatkan ia gagal yodisium, dan ia
harus menjalani tingkat tiga kuliahnya selama dua tahun. Dari penjelasan di
atas, Astiti yang rela menempuh tingkat tiga kuliahnya selama dua tahun
dikatakan sesuai dengan aspek moral kesediaan untuk bertanggung jawab, karena
Astiti telah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab akibat dari tindakannya
sendiri.
Pada bagian lain, Astiti tampak lalai
dengan tanggung jawabnya sebagai seorang anak harapan orang tuanya, sekaligus
sebagai seorang mahasiswa, seperti pada kutipan berikut.
Data (25) “Jadikanlah
hidupmu sesuatu yang berarti. Bagimu, bagi bapak, baik adik-adikmu, bagi
teman-temanmu, bagi siapa saja. Ah, aku merasa malu melanjutkan perkataanku.
Aku merasa malu akan berbicara banyak, karena sadar, sekian lama hidup belum
pernah berbuat sesuatu apapun. Untuk siapa saja. Sekian lama bersekolah, masih
juga belum jadi orang. Aku masih barang yang belum jadi. Mengapa aku tak pernah
selama ini berpikir sungguh-sungguh mengenai hal ini? (Sumarto, 1974:45).
Pada data (25) tersebut Astiti tampak
baru menyadari, bahwa selama ini Astiti lalai dengan tanggung jawabnya sebagai
anak yang harus membahagiakan kedua orang tua, adik-adiknya, teman-temannya,
serta siapa saja. Sudah begitu lama sekolah, tapi belum selesai juga dan belum
menjadi orang yang berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan orang tuanya. Ia
menyesal karena merasa tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tanggung
jawabnya, penyesalan Astiti tersebut tertera pada data (25) kalimat terakhir |mengapa aku tak pernah selama ini berpikir sungguh-sungguh
mengenai hal ini|.
Dari data (25) tersebut, membuktikan bahwa
Astiti lalai dengan tanggung jawabnya sebagai seorang mahasiswa, karena Astiti
tidak menjalani dengan sungguh-sungguh, dan tanggung jawabnya sebagai seorang
anak yang harus membahagiakan orang tuanya. Berdasarkan sikap tersebut,
disimpulkan bahwa Astiti kurang sesuai dengan sikap kepribadian moral kesediaan
untuk bertanggung jawab.
4.
Keberanian
Moral
Keberanian moral yaitu menunjukkan diri
dalam tekad untuk tetap mempertahankan
sikap yang telah diyakini sebagai kewajiban pun pula apabila tidak disetujui
atau secara aktif dilawan oleh lingkungan, atau kesetiaan terhadap suara hati
yang menyatakan diri dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik (Suseno,
1987:147).
Astiti sangat mencintai Harman, selalu
merindukan, dan ingin selalu menemani Harman, tapi sebagai perempuan, Astiti
merasa hal itu tidak pantas dilakukannya. Astiti selalu memegang teguh tekadnya
itu. Seperti pada kutipan berikut.
Data (26) Aku
berlaku galak, tapi hatiku melembut. Aku bersikap garang, tapi hatiku ditumbuhi
rasa sayang. Sejak itu aku selalu saja ditumbuhi keinginan untuk datang ke
kantor In Tour dan bercakap-cakap
dengan Harman di depan pintu. Tapi aku pernah memutuskan bahwa sebagai seorang
gadis aku sanggup mengendalikan diri. Tidak ingin berbuat sesuatu yang tidak
pada tempatnya. Berlaku tidak patut adalah pantangan bagi perempuan (Sumarto,
1974:69).
Pada data (26), dijelaskan bahwa Astiti
sangat merindukan Harman, dan ingin selalu datang ke kantor ‘in tour’ agar dapat bertemu dengan
Harman, hal tersebut terlihat pada data (26) kalimat ketiga yaitu |sejak itu aku selalu saja ditumbuhi
keinginan untuk datang ke kantor In Tour dan bercakap-cakap dengan Harman di
depan pintu|. Disisi lain pada kalimat kelima, Astiti mempunyai prinsip |tidak ingin berbuat sesuatu yang tidak pada
tempatnya|, dan ia tampak teguh memegang prinsipnya itu. |Tidak ingin berbuat sesuatu yang tidak pada
tempatnya| disini dapat diartikan Astiti tidak ingin mengobati rasa
kangennya kepada Harman di kantor, karena dapat mengganggu pekerjaan Harman di
kantornya, ia juga merasa tidak pantas sebagai seorang perempuan untuk selalu
mendatangi seorang laki-laki, apa lagi mendatangi ke kantornya.
Keberanian moral di sini yaitu
menunjukkan diri dalam tekad untuk mempertahankan sikap yang telah diyakini
sebagai kewajiban. Apabila suatu
tindakan tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan maka ia
harus bisa mengendalikan diri dan meninggalkannya. Dari data (26) kalimat
kelima, Astiti yang mempunyai prinsip |tidak
ingin berbuat sesuatu yang tidak pada tempatnya|, ia memutuskan untuk
memegang teguh prinsipnya itu dan mampu untuk mengendalikan diri perasaan
kangennya kepada Harman dengan tidak mendatangi kantor Harman. Berdasarkan hal
tersebut disimpulkan bahwa Astiti yang mampu mengendalikan diri dan
meninggalkan sikap yang kurang pantas itu sesuai dengan sikap keberanian moral.
Pada halaman lain juga terdapat
keteguhan sikap Asstiti, seperti pada kutipan berikut.
Data (27) Setahun
yang lalu, aku berpisah dengan David. Dia satu-satunya laki-laki yang kupikir
mencintaiku benar-benar. Kami sudah berpacaran dan bercinta. Agama kami tidak
memperkenankan kami bersatu dalam pernikahan. Kesedihan dan kedukaan membuat
bulan pertama, kedua, ketiga, keempat menjadi puncak-puncak penderitaan
(Sumarto, 1974:128).
Kuceritakan
kepadanya, bahwa persoalan agamalah yang menjadi penghalang. Dia tahu hukum
islam. Seorang wanita islam tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan
islam (Sumarto, 1974:129).
Pada data (27), Astiti tampak larut
dalam kesedihan yang mendalam hingga berbulan-bulan ketika harus berpisah
dengan David Lansell yang menurutnya adalah satu-satunya laki-laki yang
benar-benar mencintai Astiti, kesedihan yang diderita Astiti tersebut terlihat
pada data (27) kalimat kelima |kesedihan
dan kedukaan membuat bulan pertama, kedua, ketiga, keempat menjadi
puncak-puncak penderitaan|. Perbedaan agamalah permasalahan yang paling
utama, yang membuat Astiti harus menyudahi hubungannya dengan David Lansell,
tampak pada kalimat keempat |agama kami
tidak memperkenankan kami bersatu dalam pernikahan|, sementara berakibat
kesedihan yang mendalam diderita Astiti. Astiti beragama muslim sedangkan David
Lansell non muslim. Astiti tahu hukum islam bahwa seorang wanita beragama islam
tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan islam. Yang berakhir dengan
mengorbankan perasaannya untuk tidak menuju ke jenjang pernikahan dan harus
berpisah dengan David Lansell.
Keberanian moral di sini yaitu
menunjukkan diri dalam tekad untuk mempertahankan sikap yang telah diyakini
sebagai kewajiban. Apabila suatu
tindakan tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh lingkungan maka ia
harus bisa mengendalikan diri dan meninggalkannya. Dari data (27) jelas terlihat
Astiti lebih berpegang teguh dengan agamanya dan tidak melanjutkan hubungannya
dengan David Lansell. Ia rela memutuskan cintanya. Meskipun hatinya sedih dan
menderita. Pendirian Astiti sangat teguh, Astiti memilih patuh dengan ajaran
agamanya dari pada harus menikah dengan seorang laki-laki yang berbeda agama,
hal tersebut dapat terlihat pada data (27) kalimat keenam |kuceritakan kepadanya, bahwa persoalan agamalah yang menjadi penghalang|.
Dan kalimat terakhir |seorang wanita
islam tidak boleh menikah dengan laki-laki yang bukan islam|. Berdasarkan
pernyataan di atas Astiti yang patuh dengan ajaran agamanya, Astiti dikatakan
sesuai dengan sikap keberanian moral walaupun ia harus merasakan penderitaan
hingga berbulan-bulan.
Dari data (26) dan (27), jelaslah bahwa
Astiti mempunyai pendirian yang teguh. Sikap Astiti tersebut sesuai dengan
aspek moral yaitu sikap keberanian moral.
5.
Kerendahan
Hati
Kerendahan hati yaitu kekuatan batin
untuk melihat diri sesuai dengan kenyataannya (Suseno, 1987:148). Bisa
diartikan tidak melebih-lebihkan kenyataan atau keadaan yang dialaminya dan
tidak sombong
Ketika David Lansell menanyakan Astiti,
apakah Astiti pernah berpacaran? Astiti menjawab tak seorangpun yang
mencintainya, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (28) “Berapa
umurmu, Astiti?”
“Dua
puluh lima.”
“Tidak
pernah berpacaran?”
“No body loves me.”
“Would you believe it!”
“Benar
Dave! Mengapa kau mesti tak percaya?”
“Bagaimana
kalau seseorang mencintaimu?”
“Siapa?”
“David
Lansell” (Sumarto, 1974:79).
Tampak pada data (28), terjadi
percakapan antara Astiti dengan David Lansell. David Lansell menanyakankan
seputar perjalanan cinta Astiti. Ketika David menanyakan apakah Astiti pernah
berpacaran, Astiti menjawab No body loves
me (tak satupun orang yang mencintaiku).
Kerendahan hati disini yaitu tidak
melebih-lebihkan kenyataan atau keadaan yang dialaminya dan tidak sombong. Dari
data (28) di atas, Ketika David menanyakan apakah Astiti pernah berpacaran,
Astiti menjawab No body loves me (tak
satupun orang yang mencintaiku), walaupun sebenarnya Astiti pernah dicintai
oleh Harman sebelumnya. Hal tersebut menggambarkan bahwa Astiti terlihat tidak
menyombongkan diri ketika menjawab |No
body loves me|, walaupun sebenarnya ia pernah dicintai oleh Harman.
Berdasarkan pernyataan di atas Astiti terlihat tidak sombong bahkan
merendah, maka ia sesuai dengan sikap
kerendahan hati.
Pada halaman lain, juga dijumpai sikap
Astiti yang rendah hati, seperti pada kutipan berikut ini.
Data (29) Dia
ngeledek, tapi aku menjawab, “Terima kasih!”
“Engkau
lain dari gadis Indonesia yang lain, gadis jawa khususnya.”
“Apanya
yang lain? Aku tidak merasa lain dari yang lain.”
“Kalau
seorang gadis Jawa, atau barangkali gadis timur pada umumnya, mendapat pujian,
mereka akan kemalu-maluan dan menolak dengan ucapan ‘tidak’. Suatu manifestasi
dari rasa rendah hati bangsa timur.
Aku
tertawa
“Tapi
engkau bahkan berkata ‘terima kasih’! lain sekali.”
Aku
tertawa (Sumarto, 1974:31).
Pada data (29) tersebut, tampak David
menyanjung Astiti, David mengatakan bahwa Astiti lain dengan gadis Jawa yang
lain. Namun dijawab oleh Astiti |aku tidak merasa lain dari yang lain|.
Walaupun menurut David, Astiti sebenarnya memang berbeda dengan gadis Jawa yang
lain, tidak seperti gadis Jawa pada umumnya yang apabila dipuji akan malu-malu
dan menolak dengan ucapan ‘tidak’, berbeda dengan Astiti yang menjawab pujian
itu dengan ucapan ‘terima kasih’.
Sikap Astiti yang tidak mau mengakui
bahwa ia memang berbeda dengan gadis Jawa pada umumnya dimata David Lansell
tersebut adalah suatu bentuk ketidak sombongan pada diri Astiti, maka
disimpulkan Astiti sesuai dengan sikap kerendahan hati.
6.
Kemandirian
Moral
Kemandirian moral yaitu mempunyai
pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan hati nurani sendiri, tidak
ikut-ikutan dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungannya sendiri
(Suseno, 1987:146).
Astiti adalah pemeluk agama Islam.
Sebelum menghadapi percintaannya yang selalu gagal, Astiti sangat tekun
beribadah, namun setelah mengalami masalah percintaannya itu Astiti tampak
malas beribadah dan merasa jauh dengan Tuhannya. Seperti pada kutipan berikut.
Data (30) Kami
naik ke Kaliurang sore hari kami pulang. Capek dan terus tidur. Matahari
tenggelam. Ketika aku terbangun. Terdengar suara adzan dari mushola tak jauh
dari asrama. Aku tergeletak saja, tak bergerak beberapa saat. Sekian lama sudah
aku tak mengerjakan sembahyang. Saat sedih dengan Harman dulu itu membuat
hatiku beku. Kesedihan dan kebekuan tidak membuatku merasa dekat dan tidak
membutuhkan pertolongan Tuhan, tapi membuatku hampa dan jauh. Aku sadar, aku
memang makin jauh saja dari Tuhan. Tak lagi ada tali emas yang dulu manis dan
mesra mempertautkan hati kepada-Nya (Sumarto, 1974:111).
Pada data (30) tersebut dijelaskan bahwa
Astiti memeluk agama Islam, dapat digambarkan pada kalimat kelima |terdengar suara adzan dari mushola tak jauh
dari asrama|, dan kalimat ke tujuh |sekian
lama sudah aku tak mengerjakan sembahyang|. Dari dua kalimat tersebut
dijelaskan bahwa Astiti mendengar suara adzan dari sebuah mushola yang letaknya
tidak jauh dari asramanya, tetapi Astiti tidak bergegas untuk melaksanakan
sholat melainkan dia memikirkan masalah percintaannya dengan Harman. Sebelum
dihadapkan dengan masalah percintaannya dengan Harman, Astiti tampak taat
beribadah. Namun setelah dia dihadapkan masalah percintaannya dengan Harman,
Astiti justru menjauhi Tuhannya, seakan-akan dia tidak membutuhkan pertolongan
dari Tuhannya agar dapat menyudahi kesedihannya. Sementara sebagai umat muslim
dianjurkan wajib untuk beribadah lima waktu dalam sehari. Tetapi Astiti merasa
malas beribadah karena percintaannya yang selalu gagal. Astiti tampak tak punya
pendirian teguh sebagai umat beragama, pendiriannya masih labil.
Kemandirian moral yaitu mempunyai
pendirian sendiri dan bertindak sesuai dengan hati nurani sendiri, tidak ikut-ikutan
dengan berbagai pandangan moral dalam lingkungannya sendiri.
Dari data (30) tersebut tampak akibat
permasalahan percintaannya yang selalu gagal kemudian ia tidak melaksanakan
ibadah hingga sekian lama dan merasa seperti tidak membutuhkan pertolongan
Tuhan, Astiti terbawa oleh suasana hatinya yang sedang kacau dan merasa malas
untuk beribadah. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa Astiti bertindak
sesuai dengan hati nurani sendiri, maka Astiti sesuai dengan sikap kepribadian
moral yaitu kemandirian moral.
7.
Realistik
dan Kritis
Realistik dan kritis yaitu tanggung
jawab moral menuntut agar kita terus-menerus memperbaiki apa yang ada, supaya
lebih adil, lebih sesuai dengan martabat manusia (Suseno, 1987:150).
Setelah Astiti tahu kalau mahdi sudah
mempunyai kekasih, hati Astiti sangat hancur dan sedih. Namun Astiti sadar,
semuanya harus diterima dengan pasrah, dia harus mentiapkan kedepannya agar
lebih baik, seperti pada kutipan berikut.
Data (31) Hatiku
jadi reda sendiri. Aneh, aku bahkan kemudian menemukan banyak kebahagiaan dalam
sikap hati yang demikian pasrah. Aku tahu barangkali hidupku masih lama. Aku
tahu barangkali jalan sepi masih akan panjang lagi bagiku. Tapi aku akan menapakinya
dengan tabah dan kuat (Sumarto, 1974:45).
Pada data (31) tersebut, Astiti merasa
sadar untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan, dijelaskan pada data (31)
kalimat ketiga yaitu |aku tahu barangkali
hidupku masih lama|, Astiti merasa bahwa jalan hidupnya kedepan masih lama
dan ingin segera menyudahi kesedihannya agar kehidupan Astiti ke depan menjadi
lebih baik. Astiti terlihat memperoleh kebahagiaan ketika bersikap pasrah dan
akan menjalani hari-harinya dengan tabah dan kuat. Realistik dan kritis, yaitu
tanggung jawab moral menuntut agar terus memperbaiki apa yang ada, supaya lebih
adil, lebih baik, lebih sesuai dengan martabat manusia.
Dari data (31) kalimat ketiga |aku tahu barangkali hidupku masih lama|,
berdasarkan kutipan tersebut Astiti merasa tidak boleh berlarut-larut dalam
kesedihan dan akan menjalani hari-hari kedepan dengan tabah agar kedepannya menjadi lebih baik dari
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Astiti yang ingin memperbaiki diri
untuk masa depan itu sesuai dengan sikap realistik dan kritis.
Pada halaman lain, juga terdapat sikap
Astiti untuk menyiapkan diri menuju masa depan yang lebih baik, seperti pada
kutipan di bawah ini.
Data (32) Berhari-hari,
berminggu-minggu, kemudian aku lupa dengan seorang Darmawan. Aku sibuk
mengerjakan sesuatu. Sibuk menyiapkan diri. Aku mau pergi. Entah ke mana. Mau
mencari-cari kesempatan untuk meninggalkan Indonesia. Entah ke mana. Aku mau
hidup. Tidak di sini. Tanah ini terlalu gersang buat Astiti (Sumarto,
1974:132).
Data (32) tersebut, Astiti tampak tegar
walaupun telah menghadapi masalah percintaannya yang selalu gagal. Dari mulai
percintaannya dengan Mahdi sampai Darmawan. Ia sudah tidak mau terlalu
memikirkan Darmawan dengan cara mempersibuk diri untuk mengerjakan sesuatu
pekerjaan yang ia pikir hal itu dapat melupakan kisah pahit dalam percintaannya,
terlihat pada kalimat ketiga |sibuk
menyiapkan diri|. Berdasarkan pernyataan di atas Astiti yang ingin
memperbaiki apa yang ada, supaya lebih adil, lebih baik dengan cara mempersibuk
diri agar kisah pahit dalam percintaannya dapat terlupakan, maka Astiti dapat
dikatakan sesuai dengan sikap realistik dan kritis.
Dari beberapa kutipan di atas, tampak
Astiti mulai menyiapkan diri untuk menuju masa depan yang lebih baik dan lebih
cerah. Sikap Astiti tersebut sesuai dengan sikap kepribadian moral, yaitu sikap
realistik dan kritis.
Berdasarkan semua kutipan tentang
ketujuh aspek moral, dapat disimpulkan bahwa ketujuh aspek moral yang dimiliki
oleh Astiti, yang paling mendominasi adalah sikap realistik dan kritis.
C.
Unsur
Intrinsik Hikayat Si Miskin
Seperti yang tercantum di dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran sastra di SMA dengan
Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi, novel dan hikayat, dengan
Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat. Agar
peserta didik dapat mengetahui bagaimana perbandingan unsur intrinsik antara
novel Indonesia dengan hikayat, maka pada penelitian ini mengambil salah satu
contoh novel Indonesia yang berjudul Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto, dan salah satu hikayat yang berjudul hikayat
Si Miskin untuk dianalisis. Yang
kemudian hasil analisis dari novel Astiti
Rahayu dan hikayat Si Miskin
dijadikan sebagai bahan materi pembelajaran di SMA kelas XI agar sesuai
Kompetensi Dasar
1.
Tokoh
Pada hikayat Si Miskin sama halnya dengan novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto yang memiliki berbagai tokoh
di dalamnya, diantaranya sebagai berikut:
a. Si
Miskin
Si Miskin adalah seorang raja keindraan yang dibuang
karena sumpah Batara Indera, seperti pada kutipan di bawah ini.
Data (33) “Karena sumpah Batara Indera, seorang raja
keinderaan beserta permaisuri dibuang dari keinderaan sehingga sengsara
hidupnya. Dia bernama si Miskin. Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya
seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di negeri Antah
Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa.
Berdasarkan data (33) di atas, dijelaskan bahwa
terdapat seorang raja yang terbuang karena melanggar sumpah Batara Indera.
Hingga sampai ke sebuah negeri Antah Berantah. Kehidupan raja itu menjadi
sengsara di negeri Antah Berantah tersebut, pakaiannya pun berantakan tak
terurus seperti bekas dimamah anjing, yang kemudian dijuluki si Miskin.
b. Istri
Tokoh istri yang dimaksud pada hikayat ini adalah
seorang istri dari tokoh si Miskin, seperti pada kutipan berikut.
Data (34) “Pada saat istrinya mengandung tiga bulan,
menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan
keberatan untuk menuruti keinginan istrinya itu, tetapi si istri menjadi-jadi
tangisnya.
Dari data (34) tersebut, dijelaskan bahwa tokoh
istri sedang mengandung tiga bulan, dan menyidam makan buah mengga yang berada
di taman raja. Seperti orang-orang hamil yang sedang menyidam pada umumnya,
suamilah yang harus meladeni keinginan-keinginan istrinya. Kemudian tokoh istri
menyuruh suaminya yaitu si Miskin agar mendapatkan buah itu, tetapi si Miskin
menyatakan keberatan.
c. Marakarmah
Marakarmah adalah anak pertama dari pasangan si
Miskin dengan istrinya. Dijelaskan pada kutipan berikut.
Data (35) Setelah
genap bulan kandungannya itu, lahirlah anak yang pertama laki-laki bernama
Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuh dengan penuh kasih sayang.
Data (35) di atas masih ada hubungannya dengan data
(34), pada data (34) tampak tokoh istri sedang mengandung, yang kemudian
lahirlah seorang anak laki-laki pertamanya dan diberi nama Marakarmah. Anak itu
diasuh dengan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya yaitu tokoh istri dan
tokoh si Miskin karena Marakarmah lahir dalam keadaan orang tuanya yang sudah
tidak lagi menjadi raja, melainkan hidup dalam kesengsaraan.
d. Nila
Kesuma
Nila kesuma adalah anak kedua dari pasangan si
Miskin dan Istrinya, dijelaskan pada kutipan berikut.
Data (36) Dengan
takdir Allah, berdirilah di sana sebuah kerajaan yang megah. Si miskin lalu
berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bernama tuan putri
Ratna Dewi, negerinya diberi nama Puspa Sari. Tak lama kemudian lahirlah anak
yang kedua seorang perempuan bernama Nila Kesuma.
Pada data (36), tampak pasangan si Miskin dan Istri
kembali memperoleh tahta. Si Miskin berganti nama menjadi Maharaja Indera
Angkasa dan istrinya bernama tuan putri Ratna Dewi. Yang kemudian disusul
lahirnya anak yang kedua bernama Nila Kesuma.
e. Maharaja
Indera Dewa
Maharaja Indera Dewa adalah seorang pemimpin atau
raja dari negeri Antah Berantah, dijelaskan pada kutipan berikut.
Data (37) Si
Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan
mencari rezeki berkeliling di negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan
Maharaja Indera Dewa.
Berdasarkan data (37) di atas, tampak si Miskin dan
istrinya mencari rezeki di negeri Antah Berantah, dan negeri Antah berantah
tersebut dipimin oleh Maharaja Indera Dewa.
f. Raja
Mangindera Sari
Raja Mangindera Sari adalah suami dari Nila Kesuma.
Tampak pada kutipan berikut.
Data (38) Nila
Kesuma kemudian bertemu dengan Raja Mangindera Sari (putra mahkota) dari
Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi istri putra mahkota itu dan
berganti nama menjadi Mayang Mengurai.
Dari data (38) tersebut tampak sebuah pertemuan
antara Nila Kesuma dengan Raja Mangindera Sari, seorang putra mahkota dari
Palinggam Cahaya, yang kemudian Nila Kesuma disunting menjadi istri oleh Raja
Mangindera Sari.
g. Cahaya
Khairani
Cahaya Khairani adalah seseorang yang menolong
Marakarmah lolos dari raksasa. Tampak pada
kutipan di bawah ini.
Data (39) Cahaya
Khairani berjalan-jalan di tepi pantai dijumpai Marakarmah dalam keadaan
terikat tubuhnya. Kemudian ia lepaskan tali-talinya dan diajak pulang.
Marakarmah dan Cahaya Khairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan
menumpang sebuah kapal.
Data (39) di atas menjelaskan bahwa Cahaya Khairani
yang sedang jalan-jalan di tepi pantai melihat Marakarmah yang tubuhnya terikat
tali, kemudian Cahaya Khairani melepaskan ikatan-ikatan tali tersebut dan
mengajak Marakarmah untuk meninggalkan tempat raksasa dengan menumpang sebuah
kapal.
h. Nenek
Kabayan
Nenek Kabayan adalah seseorang yang menolong
Marakarmah keluar dari dalam perut ikan nun. Tampak pada kutipan berikut.
Data (40) Ikan
nun terdampar di dekat rumah Nenek Kabayan. Oleh orang tersebut dibelahlah perut
ikan nun itu dengan daun padi (atas petunjuk rajawali) hingga Marakarmah dapat
keluar dengan tanpa cedera.
Dari data (40) tersebut, dijelaskan bagaimana
seorang Nenek Kabayan mengeluarkan Marakarmah dari dalam perut ikan nun
menggunakan daun padi hingga Marakarmah dapat keluar tanpa cedera. Cara
membelah perut ikan nun itu didapat Nenek Kabayan dari petunjuk burung
rajawali.
2.
Penokohan
Penokohan pada hikayat Si Miskin menggunakan cara langsung atau
analitik. Dapat dilihat pada kutipan berikut ini.
Data (41) Maharaja
Indera Angkasa dikenal adil dan pemurah sehingga memahsyurkan kerajaan Puspa
Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah
Berantah.
Pada data (41) di atas, pengarang secara
jelas menuliskan sifat dari tokoh si Miskin yang sudah berganti nama menjadi
Maharaja Indera Angkasa yaitu |dikenal
adil dan pemurah|. Pengarang juga secara jelas menuliskan Maharaja Indera
Dewa yang bersifat iri hati. Berdasarkan data tersebut, pengarang secara jelas
menggambarkan bagaimana sifat Maharaja Indera Angkasa dan Maharaja Indera Dewa.
Pengarang tampak menggunakan cara analitik. Pengarang secara langsung
menggambarkan sifat tokoh Maharaja Indera Angkasa, yaitu bersifat |adil dan pemurah|. Serta digambarkan
secara langsung pula sifat Maharaja Indera Dewa, yaitu |iri hati|.
3.
Latar
Latar yang terdapat dalam hikayat Si Miskin adalah di negeri Antah Berantah,
seperti pada kutipan berikut.
Data (42) Si
Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan
mencari rezeki berkeliling di negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan
Maharaja Indera Dewa.
Pada data (42) di atas, tampak si Miskin
beserta istrinya dengan pakaian yang mengenaskan seperti bekas dimamah anjing
berkeliling mencari rezeki di negeri Antah Berantah di bawah pemeritahan
Maharaja Indera Dewa.
Latar lain yang terdapat dalam hikayat Si Miskin yaitu pada sebuah negeri yang
bernama Puspa Sari.
Data (43) Dengan
takdir Allah, berdirilah di sana sebuah kerajaan yang megah. Si miskin lalu
berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa dan istrinya bernama tuan putri
Ratna Dewi, negerinya diberi nama Puspa Sari.
Pada data (43) terdapat sebuah negeri
yang bernama Puspa sari, dimana Si Miskin sebagai pemimpin di negeri itu dan
berganti nama menjadi Maharaja Indera Angkasa, serta istrinya berganti nama
menjadi tuan putri Ratna Dewi.
Data (44) Adapun
nasib Marakarmah di lautan, ia terus hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan
raksasa yang menawan.
Berdasarkan data (44), tampak sebuah
tempat yaitu lautan, dimana Marakarmah hanyut dan akhirnya terdampar di
pangkalan raksasa yang menawan.
Data (45) Akhirnya,
Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu
Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi sultan.
Pada data (45) digambarkan Marakarmah
pergi ke sebuah negeri yang bernama Mercu Indera. Dengan maksud untuk menjadi
sultan menggantikan mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar yang terdapat dalam hikayat Si Miskin yaitu pada daerah atau zaman
kerajaan.
4.
Perbandingan
Antara Roman Astiti Rahayu dengan
Hikayat Si Miskin
No.
|
Astiti Rahayu
|
Hikayat Si Miskin
|
1.
|
Tokoh
a. Astiti
Rahayu
b. Mahdi
c. Harman
d. David
Lansell
e. Darmawan
f. Nuryati
g. Bapak
dan Ibu
|
Tokoh
a. Si
Miskin (Maharaja Indera Angkasa)
b. Istri
(Ratna Dewi)
c. Marakarmah
d. Nila
Kesuma
e. Maharaja
Indera Dewa
f. Raja
Mangindera Sari
g. Cahaya
Khairani
h. Nenek
Kabayan
|
2.
|
Penokohan
a. Astiti
Rahayu: fisiknya gemuk, wajahnya tidak terlalu manis, kurang jujur, dan
tegar.
b. Mahdi:
baik hati, bertubuh atletis, bercambang,
dan hitam kulitnya.
c. Harman:
tidak setia, kariernya maju, dan kaya.
d. David
Lansell: kulit putih, mata biru, tampan, berambut gondrong.
e. Darmawan:
baik hati, orang yang selalu mengingat masa lalu.
f. Nuryati:
pengertian, penyayang, cantik, baik hati, dan suka memberi saran.
g. Bapak
dan Ibu: baik hati, penyayang, bersikap dewasa, taat pada ajaran agama.
|
Penokohan
a. Si
Miskin (Maharaja Indera Angkasa): hidupnya menderita, mudah percaya dengan
orang lain, adil, dan pemurah.
b. Marakarmah: penurut, kuat, pemberani.
c. Maharaja
Indera Dewa: jahat dan iri hati.
d. Raja
Mangindera Sari: baik hati.
e. Cahaya
Khairani: baik hati dan suka menolong.
f. Nenek
Kabayan: baik hati, suka menolong.
g. Istri
(Ratna Dewi): tabah, sabar, penyayang, egois.
h. Nila
Kesuma: penurut, sabar.
|
3.
|
Latar
Tempat
: Di sekitar daerah Yogyakarta.
Waktu
: Pagi, siang, malam.
Suasana: sedih, senang, bingung.
|
Latar
Tempat : kerajaan, hutan, di lautan.
Waktu
: -
Suasana: menderita, bahagia, sedih.
|
4.
|
Alur:
maju
|
Alur:
maju
|
5.
|
Tema
Kegagalan
cinta
|
Tema
Kesuksesan
dibalik penderitaan
|
Berdasarkan perbandingan unsur intrinsik
antara novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto dengan hikayat Si Miskin
tersebut, perbedaan yang sangat menonjol terlihat pada penokohan dan latar.
Pada novel Astiti Rahayu, pengarang
terlihat begitu jelas bagaimana menggambarkan karakter tokoh-tokohnya,
sedangkan penokohan pada hikayat Si
Miskin hanya sekilas. Latar antara kedua karya sastra tersebut juga
terlihat jauh berbeda, latar tempat pada novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto yaitu di sekitar daerah
Yogyakarta, atau tempat dimana masyarakat umum dapat merasakannya, sedangkan
latar pada hikayat Si Miskin terjadi
pada zaman kerajaan atau menceritakan tentang kehidupan raja-raja.
D.
Alternatif
Pembelajaran Aspek Moral Tokoh Utama Perempuan dalam Novel Astiti Rahayu Karya Iskasiah Sumarto di SMA Kelas XI
Alternatif adalah pilihan di antara dua
atau beberapa kemungkinan (Depdiknas, 2007:47). Alternatif juga merupakan salah
satu yang dipilih diantara berbagai pilihan lainnya. Sedangkan Pembelajaran
merupakan proses atau cara guna menjadikan seseorang mau untuk melaksanakan
kegiatan belajar (Depdiknas, 2005:30).
Karya sastra khususnya novel pada
umumnya diajarkan dalam proses pembelajaran pada jenjang pendidikan SMA. Agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif,
maka perlu diperhatikan juga komponen-komponen pembelajaran misalnya standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi,
pendekatan, strategi, media, metode, dan evaluasi. Berdasarkan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP), standar kompetensi adalah menentukan kompetensi
yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan. Sedangkan kompetensi
dasar merupakan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Penentuan ini
dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain
yang sesuai.
Selain teknik pengajaran novel, untuk
meningkatkan sistem pembelajaran dan mencapai suatu tujuan pembelajaran juga
harus memperhatikan komponen pembelajaran, diantaranya:
1.
Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Seperti yang tercantum di dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pembelajaran novel di SMA dengan
Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi, novel dan hikayat, dengan
Kompetensi Dasar (KD): membandingkan unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat. Penelitian
ini bersumber dari pembelajaran di SMA yang menitikberatkan pada indikator dan
tujuan pembelajaran di bawah ini:
a.
Indikator
1) Menganalisis
unsur-unsur intrinsik (tokoh, penokohan, dan latar) novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
2) Mampu
menentukan tokoh utama dalam novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto
3) Mengidentifikasi
aspek moral tokoh utama dalam novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto
b. Tujuan Pembelajaran
Pembelajaran yang dilakukan ini haruslah memiliki sebuah
tujuan pembelajaran yang berguna untuk siswa. Tujuan pembelajaran itu antara
lain:
1) Siswa
mampu menentukan tokoh utama dalam novel
2) Siswa mampu mengidentifikasi aspek moral tokoh utama berdasarkan alasan yang kuat
Pada
pembelajaran sastra melalui aspek
moral dapat di gunakan metode ceramah, tanya jawab dan kerja kelompok. Metode-metode
tersebut digunakan sebagai sarana pengkajian persoalan.
2.
Materi
Ajar
Materi
pembelajaran yang digunakan yaitu novel yang berjudul Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto. Bahan belajar tersebut memilki isi pendidikan, khususnya tentang aspek
moral. Guru memberikan materi tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik. Kemudian
setelah pembacaaan novel itu selesai siswa ditugaskan untuk menganalisis unsur
intrinsik novel yang berjudul Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
3.
Pendekatan,
Strategi, dan Metode Pembelajaran
Dalam penelitian ini pendekatan yang
digunakan sebagai alternatif pembelajaran aspek moral tokoh utama perempuan dalam
novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto, di SMA kelas XI
dengan Standar Kompetensi (SK): memahami buku biografi, novel dan hikayat,
dengan Kompetensi Dasar (KD): yaitu membandingkan unsur-unsur intrinsik (Alur,
tema, tokoh, sudut pandang, latar, dan amanat) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia/terjemahan adalah menggunakan model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning).
Strategi pembelajaran yang digunakan
adalah Student
Team-Achievment
Division (STAD)/Tim Siswa Kelompok Prestasi. Langkah pertama guru membagi kelas menjadi 10 kelompok, masing-masing kelompok beranggota
4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dll).
Setelah kelas terbentuk menjadi kelompok-kelompok kecil, kemudian guru
membagikan novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto kepada tiap kelompok serta menampilkan materi dalam
media elektronik berupa power point.
Guru menerangkan materi tentang
unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel dengan cara berceramah di depan
kelas. Jika terdapat siswa yang belum begitu paham, guru mempersilahkan kepada
siswa untuk segera bertanya. Pertanyaan dari siswa itu tidak langsung dijawab
oleh guru tetapi melemparkan kepada siswa lain apabila ada siswa lain yang bisa
menjawab guna mengeksplorasi ide-ide siswa, yang kemudian jawaban disempurnakan
oleh guru. Karena pada dasarnya pembelajaran ini menggunakan model pembelajaran
kooperatif yang mendasarkan pada perkembangan siswa, sehingga mendorong siswa
untuk berinteraksi dengan siswa yang lain maupun guru.
Setelah semua siswa cukup memahami
materi unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik, maka guru mempersilahkan tiap
kelompok untuk membaca novel Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto dan memberikan tugas kepada tiap-tiap
kelompok tadi untuk mencari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Hasil tugas
tersebut kemudian dipresentasikan di depan kelas.
Setelah semua unsur intrinsik telah
ditemukan oleh tiap-tiap kelompok, selanjutnya guru memberikan kuis/pertanyaan
kepada seluruh siswa yang memberikan rangsangan kepada siswa mengenai materi
ajar aspek moral tokoh utama kepada siswa tentang hal-hal yang menyangkut adanya
aspek moral berupa masalah-masalah dalam kehidupan. Dengan berbagai jawaban
siswa, siswa ditunjukkan dengan salah satu masalah yang berkaitan dengan aspek moral yang di alami oleh Astiti Rahayu.
Misalnya salah satu aspek moral yaitu kejujuran. Setelah siswa menemukan sikap
kejujuran yang dialami oleh tokoh utama dalam novel, kemudian guru menjelaskan
aspek moral yang lainnya yaitu nilai-nilai otentik, kemandirian moral,
keberanian moral, kesediaan untuk bertanggung jawab, kerendahan hati, realistik
dan kritis.
Kemudian siswa disuruh mencari
aspek-aspek moral yang dialami tokoh utama Astiti Rahayu tersebut dalam novel
secara berkelompok dan hasilnya dipresentasikan di depan kelas secara berkelompok.
Setelah semua aspek moral ditemukan oleh
siswa, guru memberikan evaluasi dan kesimpulan bahwasanya ketujuh aspek moral
tersebut sangat penting dalam kehidupan sehari-hari dan mengajak siswa untuk
menerapkan ketujuh aspek moral tersebut dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.
4.
Media
Media yang digunakan dalam pembelajaran sastra novel yang berjudul Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
sebagai berikut:
a.
Media
cetak
Merupakan sebagai bahan yang diproduksi melalui percetakan profesional,
seperti buku, majalah, dan modul. Dalam pembelajaran sastra ini
dipergunakan LKS (lembar kerja siswa) dan novel
Astiti
Rahayu karya Iskasiah Sumarto.
b.
Media
elektronik
Materi yang dipelajari dalam
pembelajaran ini dapat ditampilkan dalam media elektronik berupa power point.
5.
Evaluasi
Evaluasi yang digunakan guru dalam pembelajaran sastra adalah
dengan melihat serta meninjau kembali siswa pada proses sistematis untuk
memperoleh informasi tentang keefektifan proses pembelajaran dalam membantu siswa
mencapai tujuan pengajaran secara optimal. Dengan demikian, evaluasi hasil
belajar yang dilakukan guru dapat menetapkan baik buruknya hasil dari kegiatan
pembelajaran.
Sistem penilaian yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
dengan menggunakan pre-test
dan post-test.
a.
Pre-test
Pre-test
yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah siswa diberi pertanyaan tentang
materi pertemuan sebelumnya sehingga guru mengetahui seberapa pengetahuan atau
pemahaman siswa tentang materi yang di ajarkan.
b.
Post-test
Pada evaluasi post-test ini siswa diberi pertanyaan
tentang materi yang baru di ajarkan, melalui pertanyaan yang dijawab siswa maka
guru mengetahui seberapa besar pemahaman siswa tentang materi pembelajaran
sastra melalui aspek moral.
Dengan memperhatikan komponen-komponen pembelajaran
tersebut diharapkan proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan hasil
belajar dapat diperoleh secara maksimal.
RENCANA
PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
TAHUN
PELAJARAN 2011/2012
Sekolah : SMA
Mata pelajaran : Bahasa Indonesia
Kelas/semester : XI/1
Standar Kompetensi : Memahami
buku biografi, novel, dan hikayat.
Kompetensi Dasar : Membandingkan
unsur-unsur intrinsik (tema, tokoh, penokohan, latar) dan ekstrinsik (nilai budaya,
sosial, moral, latar belakang pengarang, keadaan politik, ekonomi saat novel
tersebut diciptakan dll) novel Indonesia atau terjemahan dengan hikayat
Indikator :
1. Dapat mengidentifikasi ciri novel
sebagai bentuk karya sastra
2. Dapat menemukan unsur-unsur
intrinsik (tema, tokoh, penokohan,
latar, dan amanat) dalam novel
3. Mampu
menentukan tokoh utama
dalam
novel
4. Mengidentifikasi
aspek moral tokoh
utama dalam
novel
Alokasi Waktu :
4 x 45 menit (2 x pertemuan)
1.
Tujuan
Pembelajaran
Setelah
mempelajari materi ini, siswa diharapkan dapat:
a. Siswa
mampu menentukan tokoh utama dalam novel
b. Siswa
mampu mengidentifikasi aspek moral tokoh berdasarkan alasan yang kuat
2.
Materi
Pembelajaran
Novel
Indonesia
a. Unsur
intrinsik (tokoh, penokohan, latar)
b. Unsur
ekstrinsik (aspek moral tokoh)
3.
Langkah-langkah
kegiatan pembelajaran
Pertemuan pertama
NO
|
KEGIATAN
BELAJAR
|
WAKTU
|
METODE
|
SUMBER
/ALAT
|
PENILAIAN
|
A.
PENDAHULUAN
1. Menyiapkan
kondisi kelas seperti mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa
2. Apresepsi, Guru mengajukan pertanyaan
mengenai sastra kepada murid
B.
KEGIATAN
INTI
Sebagai kegiatan
eksplorasi guru melakukan kegiatan berikut:
1. Guru membacakan satu kalimat
yang mengandung unsur intrinsik terutana tokoh dan penokohan
2. Guru merangsang pengetahuan siswa tentang unsur-unsur ekstrinsik yang termasuk ke
dalam bagian-bagian novel, yaitu aspek moral tokoh utama
Sebagai kegiatan
elaborasi guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Guru membacakan satu
kalimat yang menyatakan unsur intrinsik dan ekstrinsik
2. Siswa
menentukan hal-hal yang termasuk unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
Sebagai kegiatan
konfirmasi, guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Beberapa siswa
membacakan hasil pekerjaan yang sudah mereka buat
2. Guru dan siswa
membahas unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik beserta
alasannya
|
5
menit
10
menit
5
menit
10
menit
10
menit
20
menit
10
menit
10
menit
|
Ceramah
Tanya
jawab
Tanya
jawab
Penugasan
ceramah
|
Absensi
Modul
Novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto
|
90%
siswa mengetahui dan mengerti apa itu sastra
85%
siswa dapat mengetahui aspek moral tokoh utama
90%
siswa mampu menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel
|
|
C.
PENUTUP
1. Siswa dan guru menyimpulkan materi pembelajaran yang sudah
dilakukan
2. Guru
memberikan tugas pada siswa untuk membaca sub bab selanjutnya
3. Guru menutup
proses pembelajaran dengan mengucap salam
|
5
menit
3
menit
2
menit
|
ceramah
|
Pertemuan kedua
NO
|
KEGIATAN BELAJAR
|
WAKTU
|
METODE
|
SUMBER
/ALAT
|
PENILAIAN
|
A.
PENDAHULUAN
1. Menyiapkan
kondisi kelas dan mengecek kehadiran
2. Apersepsi,
Guru bertanya mengenai materi
pada pertemuan sebelumnya
|
5
menit
10
menit
|
Ceramah
Tanya
jawab
|
Absensi
Modul
|
90%
siswa mampu mengingat materi sebelumnya
|
|
B.
KEGIATAN
INTI
Sebagai kegiatan
eksplorasi guru melakukan kegiatan berikut:
1. Guru
membacakan satu kalimat yang menyatakan aspek moral tokoh utama
2. Guru
memberikan materi pada siswa tentang aspek moral tokoh utama
Sebagai kegiatan
elaborasi guru melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Guru
memberikan teks bacaan yang yang terdapat aspek moral tokoh utama
2. Siswa
mengidentifikasi aspek moral tokoh utama pada novel
Sebagai kegiatan
konfirmasi, guru melekukan hal-hal sebagai berikut:
1. Beberapa siswa
membacakan hasil pekerjaannya
2. Guru dan siswa
membahas hasil pekerjaan
|
5
menit
15
menit
5
menit
20
menit
15
menit
10
menit
|
Tanya
jawab
Ceramah
Penugasan
Penugasan
|
Novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto
Novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah
Sumarto
|
85%
siswa mengetahui aspek moral yang terdapat dalam novel tersebut
|
|
C.
PENUTUP
1. Guru
menyimpulkan pembelajaran yang telah diberikan
2. Guru menutup
pembelajaran
|
5
menit
5
menit
|
Ceramah
Ceramah
|
4.
Sumber
belajar
a. Bagan
unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam novel Indonesia
b. Novel
Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto
c. Modul
Bahasa Indonesia untuk SMA kelas XI, MGMP, Semarang
5.
Penilaian
a. Teknik
1) Tes
Tertulis
2) Penugasan
b. Bentuk
instrumen
1) Tertulis
Bacalah tiap subbab novel Indonesia terutama novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto,
setelah membaca, analisislah menurut unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik serta
yang mengandung aspek moral tokoh yang ada dalam novel tersebut, dan sebutkan
alasannya, dengan format berikut ini!
Unsur-unsur Intrinsik
|
Unsur
Ekstrinsik
|
Alasan
|
|
Tokoh
|
Penokohan
|
Aspek
Moral
|
|
2) Format
Penilaian
Pedoman penskoran
|
Skor
|
1.
Menentukan unsur-unsur Intrinsik
a.
Siswa menentukan tokoh dan penokohan
b. Siswa
mampu memberi penjelasan yang kuat
c. Siswa tidak
mengerjakan
2. Menyebutkan unsur-unsur ekstrinsik
a. Siswa
menganalisis aspek moral tokoh
b. Siswa mampu
memberi penjelasan yang kuat
c. siswa tidak mengerjakan
|
20
30
0
20
30
0
|
Perhitungan nilai akhir dalam skala
0-100 adalah sebagai berikut:
Nilai akhir (NA) = Jumlah perolehan skor X
100
Jumlah skor tertinggi
|
|
PENUTUP
A. Simpulan
Aspek moral tokoh utama
perempuan yang bernama Astiti Rahayu dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto meliputi kejujuran, nilai-nilai otentik,
kesediaan untuk bertanggung jawab, kemandirian moral, keberanian moral,
kerendahan hati, realistik dan kritis. Ketujuh aspek moral tersebut dialami
tokoh Astiti Rahayu mulai dari percintaannya dengan Mahdi hingga Darmawan. Karena
perjalanan cintanya yang selalu gagal, tokoh Astiti menghadapi krisis kepercayaan
terhadap dirinya sendiri, sehingga ia berusaha untuk memperbaiki semua sikap
yang ada pada dirinya sendiri. Dengan demikian, dari ketujuh aspek moral yang
dimiliki oleh Astiti, yang paling mendominasi adalah sikap realistik dan kritis.
|
B. Saran
Analisis
terhadap aspek moral tokoh utama perempuan dalam novel Astiti Rahayu karya Iskasiah Sumarto yang sudah dibahas diharapkan
dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi para pembaca umumnya, mahasiswa
khususnya jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Disarankan
bagi para guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia bisa lebih
mengembangkan lagi terutama dalam hal kemampuan mengapresiasikan karya satra.
Bagi para pembaca agar dapat dijadikan referensi dan bahan bacaan dalam
mendalami dan memahami karya sastra terutama aspek moral tokoh utama perempuan
dalam novel Astiti Rahayu karya
Iskasiah Sumarto.
Bagi pembaca novel ini,
ada baiknya memahami isi yang terkandug dalam tiap perilaku tokoh-tokoh
tersebut agar dapat dijadikan sebuah pembelajaran dalam suatu kehidupan nyata.
Sehingga dengan adanya energi-energi positif yang terkandung dari dalam diri
akan semakin meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin.
2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Arikunto,
Suharsini. 2006. Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Yogjakarta: Rineka Cipta.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Harjito.
2007. Melek Sastra. Semarang: IKIP
PGRI Semarang Press.
Harjito.
2007. Potret Sastra Indonesia.
Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Ilyas,
Yunhar. 2006. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar Offset.
Ngatmini, Ika Septiana dan Ekie Wulansari. 2010. Perencanaan
Pembelajaran Bahasa Indonesia. Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Rahmanto,
B. 1993. Metode Pengajaran Sastra.
Yogyakarta: Kanisius.
Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode dan teknik
Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi,
Atar M. 1993. Metode Penelitian Sastra.
Bandung: Angkasa.
Sudjiman,
Panuti. 1992. Memahami Cerita Rekaan.
Bandung: Dunia Pustaka Jaya.
Suharianto.
1982. Dasar-Dasar Teori Sastra.
Surakarta: Widya Duta.
Sumarto,
Iskasiah. 1976. Astiti Rahayu. Jakarta:
Dunia Pustaka Jaya.
Suseno,
Franz Magnis. 1987. Etika Dasar
Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.
Widagdho,
Djoko, dkk. 2010. Ilmu Budaya Dasar.
Jakarta: Bumi Aksara.
SINOPSIS
NOVEL
ASTITI RAHAYU
KARYA
ISKASIAH SUMARTO
Astiti Rahayu adalah seorang gadis Jawa yang berusia
dua puluh lima tahun, mahasiswi jurusan Sastra Inggris di salah satu perguruan
tinggi di kota Yogyakarta. Dalam kisah percintaannya, Astiti selalu mengalami
kegagalan. Pertama, Astiti jatuh cinta dengan teman sekampusnya yang bernama
Mahdi, tetapi ternyata Mahdi sudah mempunyai calon istri di kampung halamannya
yaitu Ujung Pandang. Dengan sedih hati Astiti berbalik ke Harman, seorang
menejer ‘Indonesia Tour’ dimana Astiti juga bekerja sambilan di situ. Akan
tetapi Harman menduakan Astiti, disamping menjalani hubungan dengan Astiti, ia
juga jatuh cinta pada Martini. Maka Astiti mengalihkan hatinya pada David
Lansell, seorang warga negara Australia
yang bekerja sebagai tenaga kontrak dengan pemerintah Indonesia. Halangan untuk
menuju kejenjang serius pun bukan karena pemuda itu orang asing saja, tetapi
juga karena perbedaan agama dan orang tua Astiti tidak menyetujui hubungannya
dengan seorang yang berbeda agama.
Setelah berpisah dengan David Lansell, Astiti
bertemu dengan Darmawan, seorang pemuda yang patah hati karena dihianati
pacarnya. Sementara berpacaran dengan Astiti, Darmawan selalu ingat kepada
mantan pacarnya. Hal itu menyebabkan Astiti menjadi tersinggung dan menjadi
ragu-ragu untuk memberikan cintanya kepada Darmawan.
BIOGRAFI
ISKASIAH
SUMARTO
Pengarang wanita muda kelahiran Cilacap ini, seelah
menamatkan SLA, kemudian melanjutkan belajarnya pada Fakultas Sastra dan
Kebudayaan, jurusan Sastra Inggris Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Ia
berhasil menyelesaikan belajarnya pada fakultas tersebut, dan lulus tahun 1975.
Selama menjadi mahasiswa ia rajin menyumbangkan tenaganya secara tidak tetap
pada Ni Tour dan Pacto Yogyakarta, yang bergerak dalam usaha pariwisata.
Dari kegemarannya membaca buku sastra, hatinya
tergerak untuk mengarang dan kemudian ia mengikuti sayembara mengarang roman
yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta tahun 1974. Astiti Rahayu
romannya yang pertama dan memperoleh hadiah dari sayembara tersebut. Roman
percintaan yang ditulis pengarang muda ini begitu halus dan lembut, sehingga
memperoleh perhatian kita.
